
Anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid, dalam kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI ke Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Foto: Balggys/vel.
PARLEMENTARIA, Banjarmasin — Anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid, menegaskan bahwa dualisme pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tidak seharusnya dipandang sebagai pertentangan, melainkan sebagai potensi kekuatan yang saling melengkapi.
Hal tersebut disampaikan Hidayat saat melakukan kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI ke Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (4/10/2025). Kunjungan ini dalam rangka pendalaman fungsi pengawasan dan dukungan terhadap mitra kerja di bidang pendidikan agama Islam.
“Memang tidak bisa dihindari adanya dualisme dalam pengelolaan pendidikan tinggi, baik di bawah Kementerian Agama maupun Kementerian Pendidikan Tinggi. Namun, dualisme ini bukanlah kontradiksi, justru bisa menjadi kekuatan yang saling menguatkan,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.
Menurutnya, pendidikan tinggi Islam seperti UIN, IAIN, dan STAIN yang berada di bawah Kemenag memiliki kekhasan karena tidak hanya menyelenggarakan pendidikan keagamaan, tetapi juga program studi umum. Hal ini menjadi peluang untuk mempertemukan dan memadukan keunggulan antara ilmu agama dan ilmu umum.
“Yang penting adalah bagaimana menjadikan dualisme itu sebagai sarana saling belajar. Fakultas-fakultas umum di bawah Kemendikbudristek memiliki banyak hal baik yang bisa diadopsi oleh UIN, begitu pula UIN dengan kekayaan ilmu keagamaannya dapat memberikan nilai tambah bagi pendidikan tinggi umum,” lanjutnya.
Hidayat menilai, integrasi tersebut dapat memperkuat karakter dan kualitas lulusan perguruan tinggi, sekaligus membangun sumber daya manusia Indonesia yang tidak hanya unggul dalam kompetensi akademik, tetapi juga memiliki landasan moral dan spiritual yang kuat.
Selain menyoroti isu dualisme pendidikan, Hidayat juga memberikan apresiasi terhadap berbagai inovasi yang dilakukan UIN Antasari. Beberapa di antaranya adalah program penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Banjar, penulisan biografi para ulama Kalimantan Selatan dalam bahasa Arab dan Inggris, serta program manajemen penyelenggaraan haji dan umrah. Ia mendorong agar ketiga program tersebut dapat diadopsi menjadi program nasional di seluruh UIN di Indonesia.
“Kalau tiga program itu dijadikan program nasional, saya kira akan menjadi kontribusi luar biasa bagi pengembangan UIN dan pendidikan Islam di Indonesia,” tegas wakil rakyat dari Dapil Jakarta II ini.
Hidayat menegaskan bahwa penguatan kolaborasi antara Kemenag dan Kemendikbudristek harus menjadi arah kebijakan pendidikan nasional ke depan. Ia menilai sinergi antara kedua kementerian tersebut akan melahirkan sistem pendidikan tinggi yang lebih inklusif, adaptif, dan berkarakter.
“Keduanya harus saling bersinergi, bukan berjalan sendiri-sendiri. Dengan begitu, kita bisa melahirkan generasi Indonesia yang berilmu, berakhlak, dan siap bersaing di tingkat global,” tutup Wakil Ketua MPR ini. •gys/rdn