
Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene dalam kunjungan kerja reses Komisi IX DPR RI ke Palangka Raya, Kalimantan Selatan, Senin (6/10/2025). Foto: Galuh/vel.
PARLEMENTARIA, Palangkaraya – Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene menyoroti masih adanya laporan makanan tidak layak konsumsi yang diterima anak-anak penerima manfaat Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa daerah.
Diketahui, baru-baru ini Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, telah terjadi keracunan MBG terhadap 27 siswa. Ia menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap pelaksanaan program MBG agar tujuan utama program, yaitu meningkatkan kesehatan anak-anak Indonesia, dapat tercapai tanpa menimbulkan risiko baru bagi peserta didik.
“Sebetulnya ini bukan keracunan, tetapi kontaminasi makanan. Karena MBG inj kan kita memberikan makanan bergizi bukan racun. Namun terdapat beberapa kondisi makanan yang sudah tidak layak dinikmati oleh anak-anak. Bisa jadi karena prosesnya terlalu cepat, jarak pengantaran yang jauh, atau suhu penyimpanan yang tidak sesuai,” jelas Felly kepada Parlementaria saat mengikuti kunjungan kerja reses Komisi IX DPR RI ke Palangka Raya, Kalimantan Selatan, Senin (6/10/2025).
Menurutnya, kesalahan dalam pemilihan menu dan cara pengolahan turut berkontribusi terhadap menurunnya kualitas makanan. Makanan berkuah atau lauk basah, misalnya, lebih cepat basi jika tidak dikelola dengan standar suhu dan waktu yang tepat.
“Nasi saja kalau masih panas lalu langsung ditutup, pasti cepat basi. Jadi ini soal teknis, soal pemahaman dapur-dapur SPPG yang masih perlu ditingkatkan,” ujar Politisi Fraksi Partai NasDem ini.
Felly menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap dapur SPPG, termasuk kapasitas, peralatan, dan kompetensi tenaga masak. Ia menilai penting adanya pengawasan mulai dari dapur untuk memastikan standar kebersihan dan keamanan pangan diterapkan secara konsisten.
“Kita melayani ribuan anak setiap hari. Setiap SPPG melayani dua sampai tiga ribu anak. Ini bukan hal kecil. Jadi pengawasan dari proses masak hingga distribusi harus disiplin,” tegasnya.
Sebagai langkah perbaikan, Felly mengusulkan agar pelaksana MBG dapat belajar dari lembaga yang telah berpengalaman dalam penyediaan makanan massal, seperti pondok pesantren, yang selama ini mampu mengelola ribuan porsi setiap hari tanpa kendala.
Selain itu, ia juga membuka peluang agar sekolah-sekolah dengan fasilitas dapur yang baik dapat turut dilibatkan dalam pelaksanaan MBG.
“Kalau sekolah punya kantin bagus dan kapasitasnya cukup, kenapa tidak diberdayakan? Yang penting tujuan program ini tercapai tanpa menimbulkan masalah baru,” katanya.
Felly kembali mengingatkan, bahwa MBG adalah program prioritas Presiden yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Ia menekankan bahwa semangat program ini adalah untuk menyehatkan anak-anak bangsa, bukan sekadar menggugurkan kewajiban.
“Program ini sangat bagus, tapi jangan hanya dilihat sebagai proyek. Ini soal masa depan anak-anak kita. Tujuan utama kita adalah anak-anak sehat, bukan malah sakit karena makanannya terkontaminasi,” tutup Felly. •gal/rdn