Anggota Komisi IV DPR RI Bambang Purwanto saat Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI terkait Penataan Kawasan Hutan di Desa Garung, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Selasa (30/9/2025). Foto: Tiara/vel
PARLEMENTARIA, Pulang Pisau – Anggota Komisi IV DPR RI Bambang Purwanto menyoroti masih banyaknya desa dan lahan di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang berstatus kawasan hutan produksi, bahkan sebagian masuk dalam kawasan hutan lindung. Hal ini disampaikan Bambang dalam Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI terkait Penataan Kawasan Hutan di Desa Garung, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Selasa (30/9/2025).
“Bahwa di Kalteng ini masih banyak desa dan lahan yang masuk kawasan hutan produksi. Bahkan ada yang masuk hutan lindung. Oleh karena itu, ini perlu diselesaikan, diberikan legalitas. Karena mereka tidak bisa berkembang kalau desa dan lahannya ini masih masuk kawasan hutan produksi,” tegasnya.
Politisi fraksi partai Demokrat itu menambahkan, masyarakat kerap kesulitan mengakses data titik lokasi untuk melihat klarifikasi status kawasan melalui sistem teknologi laman resmi Tapal 21 yang disediakan oleh Kementerian Kehutanan tersebut. Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah agar memastikan data kawasan hutan lebih jelas dan dapat diakses. “Hari ini kami hadirkan Dirjen terkait, dan insyaallah kami akan kawal persoalan kawasan hutan ini,” ujar Bambang.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI Edoardus Kaize yang menekankan pentingnya sinergi antar-instansi terkait. Menurutnya, inventarisasi kawasan hutan harus dilakukan secara terintegrasi antara Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, serta Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Itu perlu ada kerjasama. Supaya mana kawasan yang harus diinventarisir bisa jelas. Kalau misalnya kantor gubernur saja masuk kawasan hutan, tentu harus dikeluarkan. Lalu, di dalam kawasan hutan yang ada kehidupan masyarakat pun harus diatur. Jangan sampai mereka merasa tercekik oleh aturan,” jelas Edoardus.
Ia menambahkan, pengaturan yang tepat akan memastikan masyarakat yang tinggal di dalam kawasan hutan tetap dapat hidup nyaman, sekaligus memperoleh manfaat ekonomi. “Kalau hasilnya bisa menyejahterakan masyarakat dengan adanya di kawasan hutan, itu akan jauh lebih baik,” pungkas Edoardus.
Sebelumnya Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Ade Tri Aji Kusumah mengungkapkan secara administratif, banyak desa masuk dalam kawasan hutan, namun di dalamnya sudah terdapat pemukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, serta kantor pemerintahan. “Sejak 2014 telah berjalan Program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH). Di Pulang Pisau, luasnya mencapai sekitar 21 ribu hektar,” jelasnya.
Ia mengungkapkan dalam skema PTKH, terdapat persyaratan jika fasum/fasos sudah berumur minimal 5 tahun maka akan dikeluarkan APL (Area Penggunaan Lain) melalui aplikasi Tapal 21. “Untuk lahan garapan yang sudah digunakan masyarakat selama 20 tahun, dapat diproses lebih lanjut. Sedangkan jika baru digarap kurang dari 2 tahun, dapat diarahkan melalui program Perhutanan Sosial, dengan sertifikat hak pengelolaan (HGB) untuk perhutanan sosial/desa. Untuk klarifikasi status kawasan, masyarakat dapat mengecek melalui laman resmi Tapal 21,” imbuhnya. •tra/aha