E-Media DPR RI

Pemerintah Diminta Beri Perhatian Lebih pada Guru Madrasah dan Pendidikan Swasta

Anggota Komisi X DPR RI, Habib Syarief Muhammad, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR RI bersama Perkumpulan Guru Madrasah Mandiri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Foto: Munchen/vel
Anggota Komisi X DPR RI, Habib Syarief Muhammad, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR RI bersama Perkumpulan Guru Madrasah Mandiri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Foto: Munchen/vel


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Anggota Komisi X DPR RI, Habib Syarief Muhammad, menegaskan perlunya perhatian serius pemerintah terhadap nasib guru madrasah dan lembaga pendidikan swasta. Hal tersebut ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR RI bersama Perkumpulan Guru Madrasah Mandiri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Dalam kesempatan itu, Habib Syarief menyoroti persoalan alokasi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN (mandatory spending) yang belum sepenuhnya dirasakan guru madrasah dan sekolah swasta. Ia mengungkapkan bahwa alokasi anggaran tersebut selama ini juga terserap oleh berbagai lembaga di luar Kementerian Pendidikan.

“Dari Rp754 triliun yang 20 persen mandatory spending untuk lembaga pendidikan di luar Kementerian Pendidikan, jumlahnya ada 24 lembaga dan kementerian, itu hampir menyedot Rp103 triliun,” jelasnya,  Selasa (30/9/2025).

Menurut legislator PKB tersebut, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus alokasi bagi lembaga pendidikan di luar Kementerian Pendidikan merupakan langkah positif. Namun ia menekankan pentingnya memastikan anggaran Rp103 triliun tersebut dapat dialokasikan untuk peningkatan kesejahteraan guru swasta dan madrasah. “Hanya yang sedang kita coba perjuangkan, yang Rp103 triliun ini dikemanakan. Ini yang sedang kita kejar,” tegasnya.

Lebih jauh, Habib Syarief menilai pemerintah selama ini kurang memberikan perhatian proporsional kepada sekolah swasta dan madrasah, meski eksistensi lembaga tersebut lebih dahulu hadir dibanding sekolah negeri. “Saya menyampaikan kepada Menteri Pendidikan bahwa pemerintah ahistoris. Sekolah swasta dan madrasah lebih awal kehadirannya dibanding sekolah negeri. Namun sayang hampir sebagian aparat di Kementerian, baik Pendidikan maupun Agama, mindset-nya itu negeri-minded,” ungkapnya.

Ia juga menyinggung masih banyaknya guru madrasah yang menerima gaji minim, jauh dari standar layak. “Kalau Bapak-Ibu mendengar ada gaji guru Rp250 ribu, itu guru-guru madrasah. Bayangkan Rp250 ribu untuk menghidupi minimal empat orang, suami istri dan dua anak. Cukup untuk apa Rp250 ribu?” ujarnya.

Meski menghadapi berbagai keterbatasan, Habib Syarief menilai para guru madrasah tetap menunjukkan keteguhan hati.

“Untungnya guru-guru agama yang di madrasah ini saya melihat sebagai benteng terakhirnya itu ada empat sifat: sabar, ikhlas, tawakal, dan istiqomah. Mereka sebetulnya lebih layak untuk demo daripada hakim-hakim,” katanya.

Ia menegaskan DPR RI, baik melalui Komisi VIII maupun Komisi X, akan terus memperjuangkan peningkatan kesejahteraan guru madrasah dan swasta, termasuk melalui dorongan perbaikan kebijakan anggaran di tingkat pusat maupun daerah.

“20 persen itu termasuk APBD. Perhatian provinsi dan kabupaten pun sangat tidak jelas. Ini yang sedang kita coba kejar terus. Namun memang political will pemerintah tidak bisa sekaligus,” pungkasnya. •hal/aha