
Anggota Komisi XII DPR RI, Cek Endra, dalam foto bersama saat Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XII di Provinsi Jambi, Rabu (01/10/2025). Foto: Ulfi/vel.
PARLEMENTARIA, Jambi — Anggota Komisi XII DPR RI, Cek Endra, menyoroti sejumlah persoalan energi dan sumber daya alam di Provinsi Jambi, mulai dari distribusi batu bara hingga transparansi program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) migas.
“Batu bara di Jambi sedang menghadapi masalah serius karena belum ada jalan khusus. Akibatnya pendapatan bagi hasil daerah dari batu bara berkurang cukup jauh. Kami mendorong segera ada solusi, baik melalui investasi swasta maupun intervensi pemerintah, agar potensi batu bara ini bisa optimal untuk kesejahteraan masyarakat Jambi,” jelas Cek Endra kepada Parlementaria usai Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XII di Provinsi Jambi, Rabu (01/10/2025).
Selain batu bara, Cek Endra juga menyinggung potensi energi baru di Jambi, yakni proyek geotermal di Kerinci yang saat ini menunggu tahap finalisasi konstruksi. “Jika ini selesai, tentu akan menjadi tambahan pendapatan bagi Provinsi Jambi melalui bagi hasil,” ujarnya.
Legislator asal Jambi itu kembali menegaskan pentingnya percepatan Participating Interest (PI) 10% dari perusahaan migas untuk Pemerintah Provinsi Jambi. Ia mengapresiasi langkah PT Jadestone Energy yang sudah menyatakan kesediaan menyerahkan PI 10% kepada Pemda.
“Ini langkah maju, karena 10% ini digendong sehingga Pemda tidak perlu setor modal. Tinggal nanti dihitung secara transparan dari lifting minyak, setelah dipotong biaya operasional, itulah hak Provinsi Jambi,” jelas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Ia menyebutkan, selain Jadestone, masih ada enam perusahaan migas lain di Jambi, termasuk PetroChina sebagai operator besar, yang diharapkan segera menyusul dalam skema PI 10%.
Cek Endra juga menyoroti rendahnya transparansi perusahaan migas dalam menjalankan program CSR. Ia menilai, selama ini alokasi keuntungan untuk masyarakat belum maksimal, padahal ada ketentuan minimal 3% dari laba yang seharusnya digunakan untuk CSR.
“Kami mendorong agar perusahaan-perusahaan migas membuka secara transparan, berapa persen dari laba yang dialokasikan untuk CSR, siapa saja penerimanya, dan berapa nilai rupiahnya. Kalau transparan, masyarakat juga akan merasa puas. Selama ini saya melihat belum maksimal,” ungkapnya.
Ia menekankan, perhatian khusus harus diberikan kepada masyarakat di Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur, dua kabupaten penghasil migas terbesar di Jambi yang justru masih termasuk daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi.
“Harus ada keberpihakan nyata. Perusahaan yang beroperasi di wilayah itu wajib ikut bertanggung jawab terhadap masyarakat miskin ekstrem di dua kabupaten tersebut,” tegasnya. •upi/rdn