E-Media DPR RI

Penurunan TKD Jadi Tantangan bagi Sumsel Tingkatkan PAD

Anggota Komisi XI DPR RI, Bertu Merlas. Foto : Mario/Andri
Anggota Komisi XI DPR RI, Bertu Merlas. Foto : Mario/Andri


PARLEMENTARIA, Jakarta –
 Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menghadapi dinamika baru dalam pengelolaan keuangan daerah menyusul penurunan alokasi Transfer ke Daerah (TKD) pada Tahun Anggaran 2026. Berdasarkan Undang-Undang APBN 2026, alokasi TKD untuk Sumsel diproyeksikan turun sekitar 30 persen dibanding tahun sebelumnya. Kondisi ini menjadi perhatian serius karena TKD selama ini merupakan salah satu instrumen utama dalam mendukung pembangunan di daerah.

TKD mencakup berbagai jenis dana yang disalurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, mulai dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), hingga Dana Bagi Hasil (DBH). Selama ini, dana tersebut menopang kebutuhan dasar pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan adanya pengurangan, dikhawatirkan sejumlah program pembangunan bisa mengalami keterbatasan pembiayaan.

Anggota Komisi XI DPR RI, Bertu Merlas, menjelaskan bahwa penurunan TKD bukan berarti berkurangnya perhatian pemerintah pusat terhadap daerah, melainkan adanya perubahan skema penganggaran. Menurutnya, sebagian dana pembangunan kini lebih banyak disalurkan melalui kementerian teknis.

“Dana transfer daerah sesuai dengan Undang-Undang APBN tahun 2026 memang turun, dan berakibat transfer ke Sumatera Selatan itu berkurang kurang lebih 30 persen. Namun demikian, secara total APBN, anggaran yang masuk ke daerah jumlahnya lebih banyak dari tahun sebelumnya. Artinya, dana-dana tersebut ada di kementerian-kementerian di pemerintahan pusat,” jelas Bertu kepada Parlementari, di Jakarta, Selasa, (30/9/2025).

Bertu menambahkan, situasi ini menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan memperbesar sumber pendapatan lokal, Sumsel dapat menjaga kesinambungan pembangunan meskipun alokasi TKD berkurang signifikan.

“Pemerintahan saat ini menuntut pemerintah daerah untuk lebih kreatif, untuk meningkatkan PAD-nya. Kreativitas itu dituntut dengan turunnya TKD. Jadi bukan berarti anggaran ke daerah tidak ada, hanya saja mekanisme penyalurannya berubah,” tegasnya.

Menurut legislator asal Fraksi PKB tersebut, Sumsel memiliki modal kuat untuk mengembangkan PAD karena kekayaan sumber daya alam dan potensi ekonomi daerah yang melimpah. Selain dikenal sebagai lumbung energi dan pangan, Sumsel juga memiliki peluang besar di sektor pariwisata, industri pengolahan, dan ekonomi kreatif yang bisa menjadi motor baru pendapatan daerah.

“Dengan potensi yang ada, saya yakin Sumsel mampu meningkatkan PAD secara berkelanjutan. Tantangannya adalah bagaimana mengelola potensi itu dengan efektif agar manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujar Bertu

Ia menekankan bahwa penurunan TKD justru harus dilihat sebagai dorongan untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah. Pemerintah daerah perlu mengutamakan belanja yang benar-benar prioritas serta memperkuat koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan.

Ke depan, sinergi antara kebijakan nasional dan inisiatif lokal diharapkan mampu menjaga kesinambungan pembangunan di Sumatera Selatan. Dengan PAD yang semakin kuat dan dukungan program kementerian, Sumsel diyakini tetap dapat menjalankan agenda pembangunan strategis di tengah tantangan fiskal tahun 2026 •bit/rdn