E-Media DPR RI

Cari Alternatif Pendanaan, Bonnie Triyana Dorong Diplomasi Kebudayaan

Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, saat RDPU Panja Pelestarian Cagar Budaya Komisi X dengan sejumlah Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) di Indonesia, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Foto: Tari/vel.
Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, saat RDPU Panja Pelestarian Cagar Budaya Komisi X dengan sejumlah Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) di Indonesia, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Foto: Tari/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta –
 Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, mendorong Kementerian Kebudayaan dan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) untuk bersikap lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola cagar budaya. Menurutnya, potensi narasi sejarah yang kuat pada situs-situs di Indonesia harus diangkat melalui kerja sama dan diplomasi transnasional.

Bonnie menekankan bahwa solusi terhadap keterbatasan anggaran tidak harus selalu berupa dana, melainkan dapat dicari melalui koneksi sejarah bersama dengan negara lain. 

“Kan selalu ada jalan kreatif dan jalan yang inovatif untuk mencari cara supaya kita bisa dapat pendanaan dari negara lain karena mereka punya keterpanggilan untuk mengerjakan ini semua,” ujar Bonnie, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pelestarian Cagar Budaya Komisi X dengan sejumlah Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) di Indonesia, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Bonnie memberikan beberapa contoh situs yang memiliki memori kolektif dengan bangsa lain, berpotensi untuk dijadikan narasi diplomasi budaya. Salah satunya adalah Boven Digoel (Papua) dan Australia, sebuah situs pembuangan tokoh-tokoh nasionalis di Boven Digoel yang memiliki koneksi sejarah dengan Australia, di mana lebih dari 500 orang Digoel dibawa dan ditahan di kamp seperti Kamp Kasino dan Kamp Koura. Narasi ini terkait dengan peristiwa The Black Armada, yang bisa dikoneksikan dengan Australia untuk mengangkat heritage Indonesia.

Selain itu, ia juga mencontohkan kisah Syekh Yusuf Al-Makassari dan Afrika Selatan. Tokoh ulama Syekh Yusuf, yang dibuang ke Cape Town, Afrika Selatan, meninggalkan jejak peninggalan yang kini dikenal dengan istilah “keramat” dalam bahasa mereka. Jejak ini juga dimiliki oleh tokoh-tokoh dari Ternate dan wilayah lain yang dibuang ke sana.

Bonnie meminta Kementerian Kebudayaan menggunakan diplomasi untuk bekerja sama dengan negara-negara tersebut. Tujuannya agar narasi sejarah yang kuat ini dapat dikemas dengan baik dan mendapatkan dukungan, karena negara lain memiliki shared memory atau memori kolektif yang sama.

“Kerja sama transnasional ini, internasional untuk mengangkat narasi ini, itu bisa mengundang juga. Jadi kreativitas dan inovasi untuk menggarap cagar budaya ini kita angkat lah sedikit. Dengan mengkoneksikan memori kolektif yang sama-sama dimiliki oleh bangsa lain. Tapi pusatnya tetap di Indonesia,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini. •bia/rdn