
Anggota Komisi V DPR RI, Musa Rajekshah, saat kunjungan kerja spesifik Komisi V ke Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Senin (29/9/2025). Foto: Eko/vel.
PARLEMENTARIA, Klaten – Anggota Komisi V DPR RI, Musa Rajekshah, menaruh perhatian besar pada Desa Ponggok, Kabupaten Klaten. Dalam kunjungan kerja spesifik Komisi V ke Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Senin (29/9/2025), Musa menyebut Ponggok sebagai potret sukses pengelolaan dana desa melalui BUMDes Tirta Mandiri.
“Desa Ponggok ini salah satu contoh terbaik. Mereka mampu mengelola dana desa secara profesional, mengembangkan potensi air menjadi wisata dan usaha produktif, sehingga manfaatnya langsung dirasakan masyarakat,” ujar Musa kepada Parlementaria usai meninjau pengelolaan BUMDes.
Meski demikian, Politisi Partai Golkar asal Sumatera Utara itu mengingatkan bahwa tidak semua desa di Indonesia bisa menempuh jalur sukses seperti Ponggok. “Desa di Papua, Sumatera, atau daerah-daerah jauh dari pusat pariwisata tentu punya tantangan berbeda. Tidak bisa semua disamaratakan. Karena itu Kementerian Desa harus melakukan mapping potensi yang lebih detail, wilayah per wilayah,” tegasnya.
Menurut data Kementerian Desa PDTT (2025), lebih dari 75 ribu desa di Indonesia, baru sekitar 60 persen yang memiliki BUMDes aktif. Namun jumlah BUMDes yang benar-benar mandiri dan berkontribusi signifikan terhadap ekonomi desa masih relatif kecil. Banyak yang terkendala SDM, tata kelola, hingga tumpang tindih dengan program lain.
Musa juga menyoroti problem serius yang kerap terjadi dalam pemilihan kepala desa (Pilkades). “Masih banyak Pilkades yang diwarnai money politics. Akhirnya kepala desa terpilih terbebani janji politik dan tidak bisa mengelola dana desa dengan bersih. Ini harus menjadi catatan ke depan,” ujarnya. Data Kemendagri sendiri menunjukkan, dalam lima tahun terakhir lebih dari 900 kasus penyalahgunaan dana desa ditangani aparat hukum.
Isu tumpang tindih antara BUMDes dengan Koperasi Merah Putih, program strategis Presiden, juga menjadi perhatian Musa. Ia menekankan perlunya pemisahan yang jelas antara peran BUMDes sebagai badan usaha milik desa dan koperasi yang dimiliki masyarakat. “Kalau tidak diatur, bisa terjadi gesekan. BUMDes punya landasan UU Desa, sementara koperasi adalah amanat untuk memperkuat kepemilikan warga. Keduanya harus dikelola agar saling melengkapi, bukan saling mematikan,” paparnya.
Lebih jauh, Musa menekankan pentingnya menghadirkan pendampingan profesional dari luar desa, seperti perguruan tinggi dan kalangan teknokrat. “Pendamping desa sudah ada, tapi perlu juga keterlibatan ahli dan akademisi. Mereka bisa memberi masukan berbasis kajian, mengarahkan desa menemukan potensi, dan memastikan keberlanjutan usaha,” kata mantan Wakil Gubernur Sumatera Utara itu.
Kunjungan Komisi V DPR RI ke Desa Ponggok tidak hanya sekadar agenda seremonial, melainkan bagian dari upaya menyerap aspirasi desa untuk dirumuskan menjadi kebijakan nasional. Musa menegaskan, keberhasilan Ponggok harus menjadi inspirasi, tapi juga pelajaran bahwa pembangunan desa di Indonesia menuntut pendekatan berbeda, sesuai keragaman geografis dan sosialnya.
“Desa Ponggok memberi kita harapan, tapi juga tanggung jawab: bagaimana menjadikan ribuan desa lain punya kisah suksesnya sendiri,” pungkas Musa. •ssb/rdn