
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, saat pertemuan Komisi II dengan Gubernur Kepri, di Tanjung Pinau, Kepulauan Riau, Senin (29/9/2025). Foto: Eno/vel.
PARLEMENTARIA, Tanjungpinang – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menyoroti ketimpangan pembangunan di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan, dan Karimun (BBK). Menurutnya, sejak kebijakan ini diberlakukan pada 2007, perkembangan yang terjadi masih timpang, dengan Batam jauh lebih pesat dibandingkan Bintan dan Karimun.
“Batam maju terus, sementara Bintan dan Karimun stagnan. Padahal, tujuan awal FTZ adalah mengurangi kesenjangan dengan wilayah sekitar, termasuk Singapura dan Malaysia,” kata Aria Bima saat pertemuan Komisi II dengan Gubernur Kepri, di Tanjung Pinau, Kepulauan Riau, Senin (29/9/2025).
Ia mengungkapkan, kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait apa yang menjadi hambatan di lapangan. Apakah persoalannya ada pada regulasi, kurangnya infrastruktur, atau minimnya interkonektivitas antarwilayah. “Kami ingin memitigasi bottleneck-nya, apakah infrastrukturnya yang tidak memadai, atau perpres yang belum dijalankan optimal,” ujarnya.
Aria Bima menekankan bahwa Batam tidak boleh hanya menjadi magnet pertumbuhan yang menyedot daerah lain. Menurutnya, konsep FTZ harus berjalan seperti cahaya lampu yang menerangi seluruh wilayah, bukan hanya satu kota. “Batam, Bintan, dan Karimun harus tumbuh serempak, bukan bergantung pada Batam saja,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Komisi II DPR RI berkomitmen untuk mendorong pemerataan pembangunan di kawasan BBK. Ia berharap, ke depan pemerintah pusat dan daerah bisa bersinergi untuk menutup kesenjangan pembangunan yang masih terjadi. •eno/rdn