
Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina Setyawan, saat mengikuti rapat Panja tentang sistem manajemen data terpadu untuk monitoring eliminasi TB di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025). Foto: Mario/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina Setyawan, menekankan pentingnya peran Dukcapil dalam mendukung upaya pencegahan dan eliminasi tuberkulosis (TB). Menurutnya, data kependudukan yang akurat dapat memastikan intervensi pemerintah menjadi lebih tepat sasaran, terutama di wilayah dengan risiko tinggi penyebaran penyakit.
“Kita tahu bahwa Dukcapil memiliki data yang sangat akurat, sehingga intervensi pemerintah dalam pencegahan TB bisa tepat sasaran dan efisien. Hal ini sangat relevan dengan pembahasan Panja TB yang sedang kita lakukan, agar Indonesia tidak menjadi negara nomor dua setelah India dengan kasus TB tertinggi,” ujar Arzeti dalam rapat Panja tentang sistem manajemen data terpadu untuk monitoring eliminasi TB di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025).
Arzeti juga menyoroti pentingnya jaminan akses pelayanan bagi kelompok rentan yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) maupun Identitas Kependudukan Digital (IKD). Ia meminta kejelasan bagaimana Dukcapil dapat memastikan kelompok ini tetap mendapatkan layanan dalam program eliminasi TB.
“Kami ingin tahu bagaimana peran Dukcapil memastikan kelompok rentan tanpa NIK atau IKD tetap bisa diakses dalam program eliminasi TB. Jangan sampai mereka tertinggal dari layanan kesehatan yang menjadi haknya,” tegas Politisi Fraksi PKB ini.
Selain itu, Arzeti mendorong percepatan integrasi data kependudukan Dukcapil dengan Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) Kemenkes. Menurutnya, langkah ini penting untuk mempercepat penemuan kasus, mengingat dari estimasi 1,09 juta kasus TB, baru 54 persen yang berhasil terdeteksi.
“Strategi percepatan penemuan kasus TB harus kita lakukan, salah satunya melalui integrasi real time antara data Dukcapil dan SITB. Dengan begitu, estimasi kasus bisa lebih cepat ditemukan dan diintervensi,” jelasnya.
Ia juga menyoroti penjaminan kelanjutan pengobatan bagi pasien TB Resistan Obat (TB RO). Menurutnya, tingkat keberhasilan pengobatan saat ini masih di bawah standar sehingga membutuhkan evaluasi dan penguatan strategi.
“Kita harus memberikan penjaminan pengobatan TB RO. Jangan sampai pasien kehilangan akses atau tidak mendapat pengobatan yang tuntas, karena ini menyangkut keberhasilan eliminasi TB secara nasional,” kata Arzeti.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan integrasi SITB dengan sistem Satu Sehat BPJS maupun Dukcapil yang dinilai masih menghadapi kendala. Arzeti menekankan pentingnya mencari resolusi bersama agar integrasi dapat berjalan optimal.
“Integrasi SITB dengan Satu Sehat BPJS dan Dukcapil sudah berjalan sejauh mana? Kalau masih tersendat, harus ada pemaparan kendala dan solusi bersama agar percepatan integrasi bisa dirasakan dengan baik,” tuturnya.
Menutup penyampaiannya, Arzeti mengangkat wacana penerapan One Stop Service (OSS) sebagai layanan standar nasional. Ia menilai, sistem ini sebaiknya tidak hanya menjadi proyek percontohan, melainkan diterapkan secara menyeluruh.
“Apakah OSS ini akan kita jadikan layanan standar nasional? Karena kita tidak ingin sekadar pilot project, melainkan sebuah standar layanan kesehatan yang dirasakan seluruh masyarakat,” pungkasnya. •gal/rdn