PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad Alaydrus menanggapi kasus siswa sekolah dasar (SD) di Kota Medan, Sumatera Utara yang dihukum belajar di lantai karena belum membayar tunggakan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama tiga bulan. Ia meminta seluruh pihak terkait untuk mendukung supaya kejadian tersebut tidak terulang lagi.
Tidak hanya itu saja, dirinya menngungkapkan keprihatinan dan kesedihan terjadinya kasus tersebut. “Saya sedih dan prihatin. Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua sekolah, baik negeri maupun swasta. Kasus seperti itu tidak boleh terjadi lagi,” tutur Habib Syarief melalui rilis yang disampaikan kepada Parlementaria, Selasa (14/1/2025).
Seperti diberitakan, siswa kelas IV SD swasta di Kota Medan, inisial MA, dihukum belajar di lantai oleh gurunya karena belum membayar tunggakan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama 3 bulan, dengan total biaya Rp 180.000. Ia menilai adanya potensi bias paradigmatik dalam memandang sebuah peraturan. Di mana, isu ini terlihat seolah-olah sanksi harus segera diterapkan ketika terjadi sebuah pelanggaran.
Sebab itu, Habib Syarief turut mengingatkan bahwa tujuan hukum tidak hanya soal kepastian hukum, namun ada kemanfaatan dan keadilan. Maka, sebutnya, sebaiknya sekolah dapat mempertimbangkan respon yang diberikan dengan berdasarkan kemanfaatan, terutama bagi siswa didik.
“Tidaklah layak bila siswa SD diperlakukan seperti itu hanya gara-gara belum membayar tunggakan SPP,” katanya.
Berdasarkan informasi yang ia terima, siswa SD yang dihukum tersebut memang tidak mendapatkan kekerasan fisik, akan tetapi mental anak itu terluka dengan hukuman belajar di lantai karena dihukum di depan siswa lainnya.
Tidak ingin kasus ini terulang, Politisi Fraksi PKB itu menegaskan bahwa pembayaran SPP merupakan urusan dan tanggung jawab orang dewasa, bukan urusan anak-anak. Jadi, tekannya, SPP harus menjadi urusan orang tua siswa dan sekolah.
“Tugas anak itu belajar, bukan memikirkan SPP. Sekolah harus memperlakukan semua siswa dengan perlakuan yang sama,” papar politisi berlatar belakang ulama itu.
Jika ada siswa yang belum membayar SPP, kata Habib Syarief, sekolah seharusnya berbicara baik-baik dengan orang tua siswa. Kalau orang tua siswa betul-betul tidak bisa membayar, karena tidak mempunyai uang, maka hal itu bisa dilaporkan ke dinas pendidikan.
Apalagi, siswa tersebut adalah penerima dana Program Indonesia Pintar (PIP). Hanya saja pada akhir 2024, dana PIP belum cair. Jadi, seharusnya pihak sekolah bisa menunggu pencairan PIP dari pemerintah. “Masalah itu sebenarnya bisa diselesaikan dengan komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua dan dinas pendidikan,” ungkap Habib Syarief
Menutup pernyataannya, ia berharap agar sekolah tidak lagi menghukum siswa karena kesulitan membayar SPP. Dirinya juga menekannkan sekolah harus lebih bijak mengatasi persoalan pendidikan, sehingga tidak mengorbankan anak.
“Semua anak berhak mendapatkan pendidik yang layak. Presiden Prabowo memberikan perhatian serius terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia,” pungkasnya. •ums/aha