E-Media DPR RI

M.Husni Tekankan Urgensi Revisi UU Kebencanaan dan Penguatan BNPB

Anggota Komisi VIII DPR RI Husni> Foto : Dok/Andri.
Anggota Komisi VIII DPR RI Husni, Foto : Dok/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta – 
Penanganan bencana di Indonesia kembali menjadi sorotan DPR RI. Anggota Komisi VIII DPR RI Husni menilai sistem penanggulangan bencana nasional masih belum berjalan efektif karena lemahnya integrasi antarkementerian dan lembaga, meskipun bantuan pemerintah telah disalurkan ke daerah terdampak.

Husni mengungkapkan, saat ini terdapat tiga bencana besar yang terjadi di Provinsi Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh. Dari ketiga wilayah tersebut, Aceh menjadi daerah dengan dampak paling luas karena mencakup lebih dari 18 Kabupaten dan Kota.

“Yang paling parah memang di Aceh Tamiang. Ada juga wilayah yang sempat terisolasi seperti Gayo Lues dan Bener Meriah, yang baru bisa terbuka kemarin,” kata Husni kepada Parlementaria di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/12/2025).

Menurutnya, seluruh bantuan dari pemerintah pusat sejatinya telah masuk ke daerah terdampak. Bantuan tersebut datang dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, hingga Kementerian Dalam Negeri.

Namun, Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menegaskan bahwa kehadiran bantuan belum sepenuhnya menjawab kebutuhan di lapangan. “Bantuannya masuk, tapi apakah sasaran yang dituju tercapai? Jawabannya belum,” ujarnya.

Ia menjelaskan, masalah utama terletak pada tidak terintegrasinya peran masing-masing kementerian dan lembaga dalam satu komando yang jelas. Kondisi ini diperparah dengan status BNPB yang masih berupa badan, sehingga kewenangannya dalam mengoordinasikan lintas sektor dinilai terbatas.

“Walaupun TNI dan Polri ikut membantu, kalau integrasinya tidak nyambung, semuanya bergerak sendiri-sendiri. Padahal harus ada satu yang memutuskan,” tegas Husni.

Situasi tersebut, lanjutnya, menunjukkan pentingnya penyempurnaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Kebencanaan. Husni menilai regulasi tersebut sudah perlu disesuaikan dengan kondisi kebencanaan saat ini yang semakin kompleks, berskala besar, dan berdampak luas.

Bahkan, Husni mengungkapkan adanya wacana di kalangan Komisi VIII DPR RI agar BNPB diperkuat hingga memungkinkan peningkatan status menjadi kementerian. “Kita ini daerah supermarket bencana dan tidak pernah putus. Belum selesai satu daerah, sudah muncul bencana di daerah lain,” katanya.

Ia menekankan, dalam revisi undang-undang tersebut, BNPB harus diposisikan sebagai pemimpin utama (leader) yang mampu mengintegrasikan seluruh unsur kebencanaan, mulai dari TNI, Polri, kementerian teknis, hingga BMKG.

“Semua punya urusan kebencanaan. Kalau tidak terintegrasi, akhirnya semua bertindak sendiri-sendiri, meskipun niatnya baik,” ujarnya.

Menurut Husni, kepemimpinan yang kuat sangat dibutuhkan untuk menentukan keputusan strategis, seperti penetapan status tanggap darurat, waktu pembangunan hunian sementara (huntara), hingga pembangunan hunian tetap bagi korban bencana.

Sebagai Ketua Dewan Pengawas Bencana DPR RI, Husni menyebut terdapat 15 mitra kerja yang terlibat dalam urusan kebencanaan. Namun tanpa sinergi yang kuat, peran masing-masing mitra tidak akan berjalan maksimal.

“Kebencanaan itu bukan hanya BNPB atau Kemensos. Yang rusak bukan hanya masjid, bukan hanya sekolah, jalan, atau perumahan. Semua sektor harus terhubung,” jelasnya.

Ia juga menyoroti penanganan pascabencana, terutama di wilayah yang terdampak parah hingga menyebabkan hilangnya permukiman warga. Menurutnya, relokasi warga tidak cukup jika tidak dibarengi pembangunan kawasan baru yang layak.

“Harus ada perkampungan baru. Di sana harus tersedia rumah ibadah, sekolah, dan sarana pendukung lainnya,” katanya.

Kendati demikian, Legislator Dapil Sumatera Utara I ini berharap revisi Undang-Undang Penanggulangan Kebencanaan dapat masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2026. Baginya, pembahasannya dapat segera dilakukan secara menyeluruh.

“Mudah-mudahan tahun 2026 bisa masuk Prolegnas dan dibahas lebih cepat, karena penguatan sistem kebencanaan ini sangat mendesak,” pungkasnya. •aas/rdn