Anggota Komisi IV DPR RI Sonny T. Danaparamita saat mengikuti pertemuan kunjungan kerja reses ke Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) di Kota Pasuruan, Jawa Timur. Foto: Mario/vel.
PARLEMENTARIA, Pasuruan — Anggota Komisi IV DPR RI Sonny T. Danaparamita melakukan kunjungan kerja reses ke Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) di Kota Pasuruan, Jawa Timur. Kunjungan ini difokuskan pada peninjauan dan diskusi mengenai penguatan sinergisitas percepatan swasembada gula, sekaligus menyerap aspirasi pelaku usaha dan petani tebu.
Sonny menilai kunjungan ini penting untuk memastikan implementasi Perpres 40 tentang Swasembada Gula berjalan efektif di lapangan. “Saya kira kunjungan kerja kali ini sangat tepat, karena fokus kita memang pada persoalan gula. Perpres 40 soal swasembada gula itu harus bisa kita wujudkan,” ujarnya, Rabu (11/12/2025).
Namun demikian, ia menegaskan bahwa masih banyak persoalan mendasar yang harus dibenahi. Salah satunya adalah anomali antara impor gula rafinasi dan gula petani yang tidak terserap. “Kita masih impor gula rafinasi, tetapi saya temukan langsung ada gula petani yang tidak terserap. Ini anomali. Kenapa itu terjadi? Karena gula rafinasi yang diimpor itu juga ngerembes ke pasar domestik dan rumah tangga. Ini harus kita luruskan,” tegasnya.
Selain persoalan distribusi dan pasar, Politisi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini juga menyinggung pentingnya peningkatan kesejahteraan petani tebu. Ia menyampaikan beberapa masukan terkait harga pupuk, ketersediaan alsintan, serta insentif produksi. “Kesejahteraan petani harus kita pikirkan. Tadi kita usulkan juga soal pupuk dan alsintan. Alhamdulillah, kelompok yang hadir mendapat bantuan traktor roda empat,” katanya.
Sonny mencontohkan kondisi pabrik gula besar di Banyuwangi yang menurutnya memiliki kapasitas besar namun belum didukung pasokan bahan baku yang memadai. Ia menilai perencanaan kapasitas dan suplai di masa lalu tidak dihitung secara akurat.
Dalam kesempatan tersebut, Sonny juga memberikan perhatian pada aspek lingkungan. Ia menjelaskan bahwa perubahan penggunaan lahan tanpa perhitungan ekologis pernah menyebabkan bencana.
“Beberapa tahun lalu di Banyuwangi terjadi banjir akibat banyak lereng yang sebelumnya ditanami tanaman keras kemudian dialihfungsikan menjadi tanaman tebu. Ketika curah hujan mencapai lebih dari 200 milimeter, kawasan tersebut langsung mengalami banjir. Ini jangan sampai terulang,” tegasnya.
Sonny menambahkan bahwa masih banyak lahan kosong yang bisa dioptimalkan tanpa merusak lingkungan. Ia mendorong adanya komunikasi dengan Kementerian Keuangan terkait skema tarif sewa lahan yang masih dinilai terlalu tinggi. “Kalau dalam ukuran bisnis, nilai sewanya masih belum mencapai keekonomisan,” tutupnya. •mar/aha