Anggota Komisi X DPR RI Furtasan Ali Yusuf dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI bersama Mendiktisaintek RI serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025). Foto : Septamares/Andri.
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi X DPR RI Furtasan Ali Yusuf menekankan pentingnya pemulihan pendidikan pascabencana yang dilakukan secara tuntas dan terstruktur, bukan sekadar respons darurat. Furtasan memaparkan tiga poin utama yang perlu segera menjadi perhatian pemerintah agar masa depan pendidikan mahasiswa tidak terhenti akibat bencana.
“Saya tidak bicara soal apa sebab terjadinya musibah ini, tapi bagaimana cara kita menangani persoalan ini sampai tuntas, ada tiga hal yang ingin saya sampaikan,” ujar Furtasan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI bersama Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) RI serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Poin pertama yang disoroti Furtasan adalah revitalisasi sarana dan prasarana pendidikan di wilayah terdampak bencana. Ia menilai pemerintah perlu mengambil peran lebih aktif dalam mempercepat pemulihan bangunan-bangunan pendidikan yang rusak agar kegiatan akademik dapat segera kembali berjalan normal. Menurutnya, penyelesaian persoalan fisik kampus menjadi prasyarat penting bagi keberlanjutan proses belajar-mengajar.
Poin kedua berkaitan dengan kewajiban mahasiswa, khususnya di perguruan tinggi swasta (PTS). Furtasan menjelaskan bahwa pada perguruan tinggi negeri, kebijakan keringanan umumnya dapat ditempuh melalui rektor. Namun, kondisi berbeda di PTS yang sangat bergantung pada pembayaran SPP mahasiswa sebagai sumber utama operasional. Ia menilai PTS menjadi kelompok yang paling rentan ketika mahasiswa terdampak bencana mengalami kesulitan ekonomi.
“Saya meminta pemerintah hadir untuk mengatasi persoalan tersebut agar operasional PTS tidak terganggu dan harapan mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan tidak terputus,” tegasnya.
Poin ketiga yang ditekankan Furtasan adalah kebutuhan akan payung hukum yang jelas dalam pengambilan kebijakan pemulihan pendidikan. Ia menilai setiap kali terjadi krisis, respons kebijakan kerap bersifat gagap dan sporadis, tanpa dasar aturan yang kuat. Ia berkaca pada pengalaman penanganan pandemi COVID-19 pada 2020, di mana banyak kebijakan akhirnya memunculkan persoalan hukum karena tidak dilandasi regulasi yang memadai.
Menurut Furtasan, meskipun para rektor telah mengambil kebijakan-kebijakan untuk membantu mahasiswa terdampak, kebijakan tersebut masih bersifat sementara dan rentan secara hukum.
“Oleh karena itu, saya mendorong Kemendiktisaintek untuk menerbitkan payung hukum berupa surat edaran atau keputusan menteri yang dapat melindungi pimpinan perguruan tinggi dalam mengambil kebijakan strategis, termasuk terkait UKT dan dispensasi akademik,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.
Ia menilai bahwa kebijakan pemulihan pendidikan harus memiliki kepastian dan legitimasi agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Furtasan pun mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak hanya didasarkan pada rasa empati sesaat, melainkan dirancang untuk jangka panjang dan berlandaskan aturan yang jelas.
Menutup pernyataannya, ia pun menegaskan pentingnya kesepakatan bersama antara pemerintah dan DPR agar tidak ada satu pun mahasiswa dari Aceh, Sumatera Utara, maupun Sumatera Barat yang terpaksa menghentikan pendidikannya akibat bencana.
“Pendidikan tinggi merupakan fondasi masa depan ekonomi keluarga sekaligus modal utama bagi generasi muda untuk membangun kembali daerah asalnya,” pungkasnya. •ecd/rdn