E-Media DPR RI

Tahap Pemulihan Jadi Kunci Keberlanjutan Penyelenggaraan Pendidikan Pascabencana

Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi saat mengikuti Rapat Kerja Komisi X DPR RI bersama Mendiktisaintek RI serta BRIN, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025). Foto: Mares/vel.
Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi saat mengikuti Rapat Kerja Komisi X DPR RI bersama Mendiktisaintek RI serta BRIN, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025). Foto: Mares/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta —
 Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi menegaskan bahwa tahap pemulihan pascabencana merupakan kunci utama untuk memastikan pelayanan pendidikan dapat berjalan secara berkelanjutan di wilayah terdampak. Ia menilai penanganan darurat harus segera diikuti dengan perencanaan pemulihan jangka menengah dan panjang yang jelas, terutama terkait kepastian anggaran dan dukungan bagi keluarga mahasiswa.

“Tahap pemulihan adalah kunci dari bagaimana kita memastikan pelayanan pendidikan itu betul-betul bisa kita laksanakan dengan baik. Dan karena itu, terkait dengan anggarannya pun menurut saya harus disampaikan,” ujar Purnamasidi dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI bersama Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) RI serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Dalam rapat tersebut, Purnamasidi mengapresiasi langkah cepat Kemendiktisaintek dan BRIN dalam penanganan darurat bencana di Aceh dan Sumatera. Ia menilai respons awal tersebut sudah sesuai harapan, mengingat dalam fase darurat seluruh pihak sudah bergerak cepat untuk mempercepat bantuan. Meski demikian, ia secara pribadi menyampaikan pandangan bahwa bencana tersebut semestinya ditetapkan sebagai bencana nasional agar seluruh potensi dan sumber daya dapat dimaksimalkan.

Lebih lanjut, Purnamasidi juga menyoroti persoalan anggaran pemulihan. Ia mempertanyakan sumber pendanaan, khususnya alokasi anggaran sekitar Rp75 miliar yang disampaikan pemerintah. Menurutnya, pengalaman menghadapi bencana besar, termasuk pandemi COVID-19, menunjukkan bahwa pemulihan tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

“Pemulihan ini tidak bisa kita hitung satu sampai dua bulan, bisa setahun,” katanya, seraya menambahkan bahwa rusaknya infrastruktur seperti jembatan dan akses penghubung turut memperlambat pemulihan ekonomi.

Purnamasidi menekankan perlunya perencanaan pemulihan yang matang oleh Kemendiktisaintek. Ia mengingatkan bahwa dampak bencana bukan hanya dirasakan oleh institusi pendidikan, tetapi juga oleh orang tua mahasiswa yang kehilangan sumber penghidupan. Kerusakan sawah, kebun sawit, pasar, hingga infrastruktur dasar dinilai akan sangat memengaruhi kemampuan keluarga untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka, baik yang kuliah di wilayah terdampak maupun di luar daerah tersebut.

Politisi Fraksi Golkar itu juga berpendapat bahwa fokus pada penanganan darurat selama satu hingga dua bulan ke depan belumlah cukup. Pemerintah, menurutnya, perlu mulai memikirkan skenario pemulihan enam bulan hingga satu tahun ke depan agar kebutuhan anggaran dapat diproyeksikan secara realistis dan disepakati bersama antara pemerintah dan DPR. Ia mengingatkan bahwa fase pemulihan sering kali terabaikan ketika sorotan media mulai menghilang. 

“Pemulihan ini seringkali ketika video (bencana) sudah tidak ada, (pemberitaan) di TV sudah tidak ada, semua tidak ada, menghilang semuanya. Masyarakat (yang terdampak bencana) ditinggalkan,” ujarnya.

Dalam konteks riset dan inovasi, Purnamasidi mendorong BRIN untuk mengembangkan teknologi yang lebih tepat guna bagi masyarakat terdampak bencana. Ia menyoroti pola bantuan yang berulang berupa beras dan mi instan yang tidak selalu dapat langsung diolah. Kondisi tersebut, menurutnya, memicu munculnya fenomena viral warga yang terpaksa mengonsumsi makanan mentah, yang seharusnya dapat diantisipasi melalui riset yang lebih aplikatif.

Ia menilai teknologi air siap minum yang murah, masif, dan dapat diproduksi secara mandiri oleh masyarakat harus menjadi prioritas pengembangan. Selain itu, Purnamasidi mendorong inovasi pangan berbasis potensi lokal di daerah rawan bencana agar ketika bencana terjadi, masyarakat dapat segera memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri.

Menutup pernyataannya, Purnamasidi kembali menegaskan bahwa pemulihan harus menjadi fokus utama dalam kebijakan penanganan bencana di sektor pendidikan. Ia meminta agar perencanaan dan kebutuhan anggaran pemulihan disampaikan secara terbuka, serta riset dan teknologi pangan siap pakai dikembangkan secara serius untuk daerah-daerah yang setiap tahun berulang kali terdampak bencana. •ecd/rdn