E-Media DPR RI

Mencari Payung Kebijakan yang Memadai untuk Industri Dirgantara

Anggota Komisi VII DPR RI, Hendry Munief (kanan) saat kunjungan kerja ke PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di Bandung, Jawa Barat, Senin (8/12/2025). Foto: Estu/vel.
Anggota Komisi VII DPR RI, Hendry Munief (kanan) saat kunjungan kerja ke PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di Bandung, Jawa Barat, Senin (8/12/2025). Foto: Estu/vel.


PARLEMENTARIA, Bandung
 – Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di Bandung, Jawa Barat, Senin (8/12/2025). Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Panitia Kerja (Panja) Daya Saing Industri Komisi VII dalam menelusuri berbagai tantangan, hambatan, serta kebutuhan industri strategis nasional, khususnya sektor kedirgantaraan.

Dalam kesempatan ini, Anggota Komisi VII DPR RI, Hendry Munief menyebut PT DI sebagai salah satu tonggak penting sejarah industri pertahanan Indonesia. Ia mengingatkan kembali kejayaan era Presiden B.J. Habibie, ketika PT DI yang saat itu dikenal sebagai IPTN menjadi simbol terobosan besar untuk solusi transportasi udara di negara kepulauan.

“Di masa Presiden Habibie, ini menjadi satu hal yang sangat luar biasa untuk solusi dari negara kesatuan Republik Indonesia yang ribuan pulaunya terpencar-pencar. Hari ini, kita ingin menemukan secara lebih detail berbagai permasalahan yang sedang dihadapi PT DI,” ujarnya.

Hendry mengungkapkan bahwa sejumlah kebutuhan dan kendala telah dipaparkan langsung oleh manajemen PT DI, termasuk kebutuhan pendanaan untuk mempercepat penguatan industri dirgantara nasional. Menurutnya, dukungan pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, akan menjadi kunci dalam mendorong industri pertahanan tumbuh lebih komprehensif.

“Beliau memiliki perhatian besar terhadap pertahanan dan alat utama sistem senjata. Karena itu, kami melihat perlunya solusi menyeluruh agar industri kita bisa berkembang lebih cepat dan lebih kuat,” tambahnya.

Komisi VII saat ini tengah menjalankan dua pekerjaan besar yaitu Panja Daya Saing Industri serta penyusunan Rancangan Undang-Undang Kawasan Industri. Keduanya diharapkan mampu memberikan payung kebijakan yang lebih memadai bagi industri strategis termasuk industri pesawat terbang.

Menurut Hendry, berbagai sektor industri yang telah dikunjungi mulai dari baja, otomotif, hingga kemaritiman memiliki pola hambatan yang serupa. “Hampir mirip permasalahannya. Yang pertama soal permodalan, kedua terkait regulasi yang memudahkan industri. Banyak kebijakan yang justru membuat industri sulit berkembang. Regulasi inilah yang akan kami bahas dalam RUU Kawasan Industri,” tegasnya.

Selain itu, Hendry menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor dan lintas komisi. Tidak hanya Komisi VII yang berkaitan dengan perindustrian, tetapi juga kementerian dan komisi lain seperti komisi yang membidangi keuangan, perencanaan nasional, tata ruang, hingga perdagangan.

“Kita ingin kementerian-kementerian di luar Komisi VII ikut berkolaborasi. Contohnya Komisi XI terkait Kementerian Keuangan atau Bappenas terkait perencanaan nasional dan tata ruang. Semua harus duduk bersama agar kebijakan industri benar-benar sinkron,” jelasnya.

Setelah rangkaian kunjungan lapangan selesai, Komisi VII akan melakukan pembahasan bersama dalam Panja dan selanjutnya mengundang berbagai kementerian lintas komisi untuk memperkuat penyusunan RUU Kawasan Industri dan rekomendasi Panja Daya Saing Industri. “Tujuan akhirnya adalah memberikan solusi konkret terutama bagi industri strategis seperti PT Dirgantara Indonesia,” pungkas Hendry. •est/aha