E-Media DPR RI

Soroti Tiga Titik Lemah Penindakan Disinformasi

Anggota Komisi I DPR RI, Junico B.P. Siahaan, saat mengikuti Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkomdigi di Ruang Rapat Komisi I, Senin, (8/12/2025). Foto: Mahendra/vel.
Anggota Komisi I DPR RI, Junico B.P. Siahaan, saat mengikuti Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkomdigi di Ruang Rapat Komisi I, Senin, (8/12/2025). Foto: Mahendra/vel.


PARLEMENTARIA
Jakarta — Anggota Komisi I DPR RI, Junico B.P. Siahaan, menegaskan bahwa pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), belum memiliki sistem penanganan disinformasi yang kuat dan terintegrasi. Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkomdigi saat membahas efektivitas penindakan konten berbahaya serta kesiapan negara menghadapi ancaman digital yang semakin kompleks, di Ruang Rapat Komisi I, Senin, (8/12/2025).

Menurut Nico, penindakan disinformasi oleh Kemkomdigi masih menghadapi tiga titik lemah utama, yaitu, Regulasi yang belum lengkap, termasuk belum adanya aturan terkait risiko dan penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI), Pengawasan yang lemah, baik dari sisi alat maupun sumber daya manusia, Penegakan hukum yang tidak tegas, serta tidak diikuti pengawalan berkelanjutan.

“Selama ini Kemkomdigi hanya berhenti pada take down. Setelah itu apa? Tidak bisa jawabannya hanya diserahkan ke Aparat penegak hukum. Kemkomdigi harus tetap mengawal proses penegakan hukumnya dan melaporkan secara berkala,” tegas Nico saat wawancara langsung.

Nico juga menyoroti keberadaan “black buzzer” yang beroperasi untuk menggiring opini publik, baik secara sadar maupun tidak sadar. Menurutnya, inilah salah satu penyebab masyarakat semakin bingung menentukan mana informasi yang benar.

“Buzzer ada di mana-mana, dan yang paling parah adalah mereka yang tidak tahu bahwa mereka sedang dipakai untuk mengarahkan opini,” ujar Nico.

Ia menilai ketiadaan efek jera membuat pelaku penyebaran disinformasi terus berkembang, bahkan mengalahkan mereka yang bekerja organik dan benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat.

Nico menegaskan bahwa disinformasi harus diperlakukan sebagai ancaman serius terhadap ketahanan nasional, sejajar dengan ancaman cyber warfare dan serangan digital lain yang dapat merusak mental, budaya, dan cara berpikir masyarakat.

“Kalau regulasi lemah dan penegakan hukum lembek, Indonesia akan jadi target empuk serangan digital,” ungkapnya.

Nico menutup dengan menegaskan bahwa Komisi I akan terus melakukan pengawasan dan tekanan kebijakan, namun tindakan tegas tetap berada pada kewenangan pemerintah. “Di Komisi I, kami memberikan dorongan, pengawasan, dan himbauan. Tindakan tegas tetap harus diberikan mandat oleh pimpinan pemerintah,” pungkasnya. •bit/aha