E-Media DPR RI

Legislator Dorong Penguatan Hilirisasi dan Pembinaan Petambak Tradisional

Anggota Komisi IV DPR RI Endang S. Thohari saat kunjungan kerja spesifik ke Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang di Dusun Sukajadi, Jumat (5/12/2025). Foto: Eko/vel
Anggota Komisi IV DPR RI Herry Dermawan saat kunjungan ke kawasan tambak budi daya ikan nila salin di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Dusun Sukajadi, Jumat (5/12/2025). Foto: Eko/vel


PARLEMENTARIA
Karawang — Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke kawasan tambak budi daya ikan nila salin di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Dusun Sukajadi, Jumat (5/12/2025). Dalam kunjungan tersebut, Anggota Komisi IV DPR RI Herry Dermawan menyampaikan apresiasi tinggi atas kemajuan pesat budi daya nila salin yang kini berkembang di atas lahan tambak-tambak non-produktif bekas usaha budidaya udang.

Herry menuturkan bahwa hasil tinjauan lapangan hari ini melampaui ekspektasi Komisi IV. “Catatan pentingnya ini di luar ekspektasi kita. Kita tidak menduga bahwa tambak di sini sudah sebegitu majunya,” ujarnya setelah melakukan peninjauan langsung dan berdialog dengan Dirjen Perikanan Budidaya serta Wakil Bupati Karawang.

Transformasi Tambak Udang

Salah satu poin yang sangat diapresiasi adalah keberhasilan konversi tambak udang yang telah lama tidak produktif menjadi kawasan budi daya nila salin. “Nila ini biasanya di air tawar, tapi di sini air payau, sehingga sekarang ada nila salin. Tadi kita lihat mulai dari larva, 3 cm, 10 cm, sampai yang siap panen, sangat mengembirakan,” kata Herry.

Program nila salin dikenal sebagai inovasi strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Berdasarkan data KKP, nila salin mampu bertahan pada salinitas sekitar 10–15 ppt dan memiliki tingkat pertumbuhan cepat, dengan produktivitas mencapai 10–15 ton/hektare/siklus pada sistem intensif. Potensi produksi Karawang sendiri diperkirakan dapat mencapai 15.000 ton per tahun dari total lahan tambak sekitar 400 hektare.

Herry juga menyoroti bahwa tambak tradisional di sekitar kawasan BLUPPB kini mulai mengikuti jejak pengembangan nila salin. “Sudah mulai ada yang mencoba budidaya nila salin. Kita sudah minta Kementerian segera membimbing para petambak tradisional ini,” tegasnya.

Dorong Hilirisasi

Meski potensi produksi sangat besar, Herry menyoroti adanya satu kekurangan penting: belum tersedianya pabrik pengolahan filet ikan di Karawang. “Dengan tambak seluas 400 hektare dan produksi 15 ribu ton, kita belum punya pabrik untuk memproses dari ikan utuh menjadi filet. Filet itu penting untuk MBG karena daging ikan tidak boleh ada durinya,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa keberadaan pabrik filet lokal akan menghemat biaya logistik, meningkatkan nilai tambah ikan, dan mendukung pasokan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membutuhkan bahan pangan hewani berkualitas.

Regulasi Pengembangan Tambak

Menjawab pertanyaan mengenai dukungan regulasi, Herry menegaskan bahwa pengembangan ini bukan membuka lahan baru, melainkan mengoptimalkan tambak non-produktif. “Ini tambak-tambak non-produktif jumlahnya ribuan hektare. Pemerintah menargetkan 2.000 hektare tahun depan di Jawa, termasuk Karawang, Subang, Indramayu,” ujarnya.

Ia menambahkan, nila salin tidak dapat dikembangkan di semua daerah karena sangat bergantung pada kondisi salinitas. “Misalnya di NTT kadar garamnya bisa sampai 35–40 ppt, padahal nila salin hanya butuh sekitar 10 ppt. Jadi setiap daerah berbeda sesuai kearifan lokal,” jelasnya.

Kearifan Lokal

Herry menyampaikan bahwa peta pengembangan komoditas berbasis kearifan lokal sudah dirancang KKP. “Daerah ini produksi apa, daerah itu produksi apa, sudah dipetakan. Misalnya di Batam sekarang sedang dicoba pembesaran lobster. Di tempat lain ada pengembangan udang vaname, menggantikan windu,” paparnya.

Menurut Herry, perhatian Komisi IV terhadap potensi lokal seperti tambak dan pertanian di Karawang merupakan bagian dari upaya besar mencapai kedaulatan pangan nasional. “Kalau ada regulasi yang dibutuhkan, Komisi IV pasti mendukung demi tercapainya suasembada pangan. Itu cita-cita kita di Republik Indonesia,” tegasnya.

Kunjungan kerja spesifik ini diharapkan dapat memperkuat kombinasi antara rehabilitasi tambak, peningkatan produksi ikan nasional, penguatan hilirisasi, serta optimalisasi peran MBG sebagai pengungkit kesejahteraan masyarakat pesisir dan pembudidaya ikan. •ssb/aha