Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih saat Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu, (3/12/2025). Foto : Ulfi/Han.
PARLEMENTARIA, Yogyakarta – Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan pentingnya pendekatan mitigasi dan adaptasi dalam menghadapi potensi bencana alam di Indonesia. Karena dari kecenderungan publik dan para pemangku kebijakan yang masih sering terjebak pada sikap saling menyalahkan setiap kali bencana terjadi.
“Kalau ada yang salah lalu dipenjara, itu tidak otomatis menyelesaikan masalah. Kita ini kalau ada bencana, konsepnya hanya dua: mitigasi dan adaptasi,” ujar Abdul Fikri Faqih saat diwawancarai Parlementaria saat Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu, (3/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa mitigasi adalah upaya menurunkan potensi bencana di masa depan melalui kajian ilmiah dan langkah-langkah strategis. Adapun adaptasi merupakan penyesuaian terhadap kondisi pasca bencana, mulai dari desain bangunan yang disesuaikan hingga perbaikan tata saluran air di wilayah rawan banjir. Ia mencontohkan Belanda sebagai negara yang berhasil menjadikan tantangan tata kelola air sebagai keunggulan nasional.
Fikri juga memberi perhatian khusus pada tiga provinsi di Sumatra. Seperti di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh yang menurutnya memerlukan kajian mendalam terkait keterkaitan bencana dan tata ruang.
Ia menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan adanya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau kajian ekoregion yang wajib dimiliki setiap provinsi. Dokumen ini melekat pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan menjadi bagian penting dalam menentukan batas toleransi pemanfaatan lahan.
“Kadang-kadang dokumen itu hanya dibuat sebagai formalitas, tidak serius. Nah ini saatnya kita betul-betul membuat KLHS supaya seimbang antara pemanfaatan lahan dan pelestarian lingkungan,” tegasnya.
Dorong Peran BRIN dan Pemerintah Daerah
Dalam kesempatan tersebut, Fikri meminta BRIN sebagai lembaga riset nasional untuk mengambil peran lebih besar dalam penyusunan kajian ilmiah terkait tata kelola lingkungan hidup dan mitigasi bencana. Ia menilai kolaborasi antara BRIN, pemerintah daerah, dan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi langkah kunci untuk mencegah kerusakan lingkungan yang berkelanjutan.
“BRIN ini badan riset nasional, sehingga mestinya hal-hal begini menjadi concern. Bisa bekerja sama dengan daerah untuk memastikan kebijakan tata ruang tidak berjalan tanpa kendali,” tambah Fikri.
Fikri menegaskan bahwa ia akan meminta mitra kerja Komisi X untuk memberikan perhatian serius terhadap penyusunan dan pengawasan kebijakan lingkungan hidup, terutama yang terkait pendidikan, riset, dan tata ruang.
“Saya tidak bisa memaksa yang lain, tapi mitra kami di Komisi X harus konsentrasi menyelesaikan persoalan ini sebagai kontribusi untuk problematika bangsa,” tutupnya. •upi/aha