E-Media DPR RI

Harmonisasi RUU PSDK Harus Bertujuan Mencapai Keadilan Dan Kepastian Hukum

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan saat memimpin rapat harmonisasi RUU PSDK dengan perwakilan dari Kejagung dan Polri, Jakarta, Rabu (3/12/2025). Foto : Arifman/Han.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan saat memimpin rapat harmonisasi RUU PSDK dengan perwakilan dari Kejagung dan Polri, Jakarta, Rabu (3/12/2025). Foto : Arifman/Han.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan mengatakan harmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelindungan Saksi dan Korban (PSDK) seyogyanya tidak menimbulkan perbedaan-perbedaan tentang kedudukan lembaga dalam mengurus pelindungan saksi dan korban, melainkan harus bertujuan mencapai keadilan dan kepastian hukum.

“Saya lebih menebalkan tentang kedudukan LPSK (Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban), yang kedua tentang koordinasi, kinerja koordinatif antara LPSK dengan aparat penegak hukum,” kata Bob dikutip Parlementaria, Rabu (3/12/2025).

Diketahui, Baleg DPR RI menggelar rapat harmonisasi terhadap RUU PSDK. Harmonisasi diperlukan guna mencegah ego sektoral antara Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Dalam rapat tersebut, Baleg DPR RI menghadirkan Plt Wakil Jaksa Agung Asep N Mulyana dari perwakilan Kejagung. Sedangkan, Polri diwakili Kepala Divisi Hukum Polri Irjen Agus Nugroho.

Bob mengatakan Polri dan Kejaksaan memegang peranan penting dalam pelindungan saksi dan korban. Khususnya dalam tahap penyelidikan, penyidikan, maupun pemungutan.

Ia menjelaskan bahwa revisi terhadap UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban itu akan lebih banyak mengandung muatan materi untuk memperkuat independensi dari LPSK, meskipun irisan proses hukumnya tetap dalam lingkup pro yustisia.

“Tetapi dari sisi hak asasi manusia ini juga perlu menjadi perhatian dari sisi perundang-undangan,” katanya.

Di sisi lain, dia pun ingin mendengar masukan dari Polri maupun Kejaksaan dalam evaluasi penerapan UU yang lama, serta berbagai tantangan yang dihadapi dalam melindungi saksi dan korban, baik mengatasi ancaman fisik maupun psikis.

“Undang-undang saat ini sebenarnya lebih cenderung kepada sosok maupun kedudukan, eksistensi daripada lembaga LPSK,” katanya. •hal/aha