E-Media DPR RI

Dari Cibinong untuk Dunia: Legislator Dorong BRIN Jadi Jembatan Peradaban Inovasi RI

Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad saat melakukan kunjungan kerja langsung ke Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Ir. Soekarno, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (3/12/2025). Foto : Andri/Han.
Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad saat melakukan kunjungan kerja langsung ke Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Ir. Soekarno, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (3/12/2025). Foto : Andri/Han.


PARLEMENTARIA
Bogor — Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad melakukan kunjungan kerja langsung ke Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Ir. Soekarno, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (3/12/2025). Dalam kunjungan tersebut, Habib menegaskan bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memiliki peran strategis sebagai motor kemajuan bangsa. 

Ia bahkan mengibaratkan, jika buku adalah jendela dunia, maka BRIN merupakan “jembatan peradaban” yang menghubungkan Indonesia menuju lompatan besar di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Habib, kunjungan lapangan memberinya gambaran menyeluruh tentang kinerja dan kapasitas BRIN. Ia menilai lembaga ini telah membangun sistem penelitian yang setara dengan standar global, didukung sumber daya manusia kompeten serta fasilitas riset yang relatif memadai. 

Namun, upaya besar tersebut belum diimbangi dukungan anggaran yang sepadan. Saat ini, anggaran BRIN berada pada kisaran Rp5 triliun, angka yang dinilai masih sangat terbatas jika Indonesia ingin benar-benar mengejar ketertinggalan riset dengan negara lain.

Habib menegaskan, idealnya anggaran BRIN minimal harus dilipatgandakan menjadi dua kali lipat dari saat ini. Hal tersebut penting untuk memperkuat kapasitas riset, pengembangan sumber daya, serta komersialisasi inovasi. “Kalau dibandingkan kondisi Indonesia dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, yang dari sisi pendanaan riset dinilai jauh lebih serius dan progresif. Sementara Singapura bahkan sudah melompat jauh ke depan dalam investasi riset dan inovasi,” katanya.

Selain soal pendanaan, persoalan lain yang menjadi sorotan adalah minimnya sosialisasi terhadap keberadaan dan produk-produk BRIN. Habib menilai BRIN masih terkesan eksklusif sehingga belum dikenal luas oleh masyarakat, pemerintah daerah, maupun sektor industri. 

Padahal, lembaga ini menyimpan berbagai inovasi yang sangat dibutuhkan bangsa. Salah satu contoh konkret adalah teknologi dan metode pengelolaan sampah mulai dari pendekatan sederhana berbasis edukasi hingga teknologi canggih yang sejatinya dapat menjadi solusi bagi persoalan bobot perkotaan dan krisis lingkungan yang dihadapi banyak daerah.

Ia juga mengungkapkan adanya penemuan-penemuan baru di BRIN yang bahkan mendapatkan dukungan internasional, salah satunya melalui skema bantuan kerja sama. Namun, berbagai inovasi tersebut belum memperoleh eksposur yang layak akibat lemahnya sistem informasi dan publikasi. Sehingga, potensi besar yang dimiliki BRIN belum sepenuhnya sampai kepada pemangku kepentingan yang membutuhkan, termasuk masyarakat umum dan pemerintah daerah.

Habib menegaskan, kondisi ini menjadi pemicu bagi Komisi X DPR RI untuk mendorong perhatian lebih serius dari pemerintah pusat, termasuk Presiden. Ia menilai perlu adanya “political will” yang kuat yakni komitmen kebijakan yang tegas dan berkelanjutan agar BRIN benar-benar difungsikan sebagai pusat inovasi nasional. Ia menekankan bahwa komitmen pemerintah bukan hanya harus tegas di tataran pernyataan, tetapi juga konkret melalui kebijakan penganggaran, regulasi pendukung, serta penguatan sistem kolaborasi lintas sektor.

Dalam konteks daerah, Habib menilai kolaborasi antara BRIN dan pemerintah daerah masih belum optimal. Banyak daerah tidak mengetahui produk-produk riset BRIN yang sebenarnya dapat langsung menjawab persoalan lokal, termasuk pengelolaan sampah yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah di banyak wilayah. Padahal, BRIN telah memiliki solusi yang siap diimplementasikan jika ada kemauan untuk menjembatani informasi dan kerja sama.

Di sisi lain, Habib mengapresiasi langkah BRIN yang mulai memperluas kolaborasi dengan dunia industri. Menurutnya, pola kemitraan ini merupakan strategi maju karena hasil riset tidak selalu harus dikelola langsung oleh BRIN, melainkan dapat diserahkan kepada industri untuk dikembangkan dan diproduksi secara massal. 

Skema tersebut dinilai mampu mempercepat pemanfaatan hasil riset sekaligus memperluas dampak ekonomi dari inovasi nasional. Dengan dukungan anggaran yang memadai, sosialisasi yang masif, serta kolaborasi konkret lintas sektor, Habib optimistis BRIN dapat benar-benar menjelma sebagai jembatan peradaban yang mengantarkan Indonesia menuju kemandirian riset dan teknologi kelas dunia. •man/aha