Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun foto bersama usai memimpin RDPU Komisi XI DPR RI dengan Forum Aksi Rakyat Kalimantan Timur (Fraksi Kaltim) dan DPRD Kota Malang di Ruang Rapat Komisi XI, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025). Foto : Kresno/Han.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi XI DPR RI menerima audiensi Forum Aksi Rakyat Kalimantan Timur (Fraksi Kaltim) yang menyampaikan kekhawatiran mendalam atas pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dinilai sangat memberatkan daerah. Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun memimpin langsung pertemuan tersebut dan menegaskan bahwa seluruh aspirasi yang masuk akan diteruskan secara resmi kepada Menteri Keuangan.
Misbakhun mengawali tanggapannya dengan menyampaikan apresiasi atas aspirasi yang disampaikan perwakilan Forum Aksi Rakyat Kaltim. Ia menyebut bahwa kondisi APBN 2025 memang berada dalam tekanan akibat defisit yang meningkat. Tak hanya itu, Menteri Keuangan baru memimpin pada 9 September 2025 yang lalu.
“Terima kasih atas aspirasi yang disampaikan oleh Pak Ketua Forum Aksi Rakyat Kaltim. Perlu kami jelaskan bahwa sejak Menteri Keuangan baru menjabat pada 9 September, APBN kita dihadapkan pada situasi defisit yang meningkat. Karena itu Pemerintah sedang mencari cara untuk menata kembali fiskal nasional,”terang Misbakhun saat memimpin RDPU di Ruang Rapat Komisi XI, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Namun demikian, Legislator Fraksi Partai Golkar tersebut menegaskan bahwa seluruh aspirasi yang disampaikan dalam RDP tersebut akan menjadi bahan pertimbangan politik bagi Komisi XI dalam menjalankan fungsi pengawasan.
“Aspirasi yang disampaikan hari ini menjadi beban politik bagi kami, menjadi tanggung jawab bersama. Saya memastikan akan memimpin langsung penyampaian aspirasi ini kepada Menteri Keuangan,” tandas Misbakhun.
Sementara itu, perwakilan Forum Aksi Rakyat (Kaltim) juga menyampaikan persoalan yang lebih teknis dan krusial. Mereka menilai pemangkasan DBH yang sebelumnya mencapai Rp 33 triliun kini hanya tersisa sekitar Rp 7 triliun merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan pembangunan daerah.
“Kalau DBH turun menjadi angka 70-an persen, dari Rp 33 triliun menjadi Rp 7 triliun, bagaimana pemerintah provinsi bisa membiayai pembangunan infrastruktur? Kaltim itu luasnya empat kali Jawa, tetapi penduduknya hanya empat juta. Konektivitasnya mahal, wilayahnya banyak yang nomaden, sehingga biaya pembangunan jauh lebih tinggi,” ujar perwakilan Forum Aksi Rakyat Kalimantan Timur tersebut.
Forum Aksi Rakyat Kaltim juga mengingatkan bahwa pemangkasan DBH bukan hanya berpengaruh pada proyek pemerintah, tetapi juga menimbulkan risiko keterlambatan pembayaran kepada kontraktor daerah.
“Kalau ada pemangkasan seperti ini, jangan-jangan nanti proyek tidak dibayar oleh Pemprov atau kabupaten/kota. Lalu dampaknya ke mana? Atau malah mau diambil alih BUMN? Itu akan melemahkan pemberdayaan daerah,” lanjutnya.
Terlebih, Forum Aksi Rakyat Kaltim mengingatkan Pemerintah bawah Kontraktor juga memiliki pegawai yang memiliki keluarga, harus membayar listrik, sekolah, dan kebutuhan dasar lainnya. “Bila arus pembayaran terhenti, efek domino ke masyarakat bawah tak terhindarkan,” seru Forum Aksi Rakyat Kalimantan Timur (Kaltim). •pun/aha