E-Media DPR RI

Permendag 40/2022 Atur Larangan Jual Barang Ilegal, Bukan Sasar Pedagangnya

Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando H. Ganinduto, saat mengikuti RDPU Komisi VI bersama Asosiasi Pedagang Baju Bekas dan Beberapa Asosiasi Lainnya di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12/2025). Foto: Mahendra/vel.
Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando H. Ganinduto, saat mengikuti RDPU Komisi VI bersama Asosiasi Pedagang Baju Bekas dan Beberapa Asosiasi Lainnya di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12/2025). Foto: Mahendra/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando H. Ganinduto, menegaskan bahwa larangan impor pakaian bekas telah diatur secara tegas dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022. Ia menekankan bahwa pemerintah tidak pernah melarang aktivitas berdagang para pelaku usaha, melainkan melarang masuknya barang ilegal yang merugikan negara dan industri tekstil nasional.

Firnando juga menyoroti data yang menunjukkan setidaknya 29.000 pedagang pakaian bekas di seluruh Indonesia terdampak akibat pengetatan pengawasan barang impor ilegal. Menurutnya, kondisi ini perlu dijelaskan secara benar kepada pedagang agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai aturan yang berlaku.

“Yang dilarang itu barangnya, bukan pedagangnya. Bapak silakan berdagang, tapi jangan menjual barang ilegal. Itu sudah jelas dilarang oleh Permendag Nomor 40 Tahun 2022,” tegas Firnando dalam RDPU Komisi VI bersama Asosiasi Pedagang Baju Bekas dan Beberapa Asosiasi Lainnya di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12/2025). 

Lebih lanjut, legislator dari Fraksi Partai Golkar ini pun mempertanyakan kesiapan pedagang untuk beralih ke barang dagangan yang legal, mengingat pemerintah telah menyediakan opsi yang cukup luas. Menurutnya, kesempatan ini harus dipertimbangkan secara serius agar pedagang dapat tetap berusaha tanpa bergantung pada produk ilegal.

Firnando menyebut Kementerian Koperasi dan UKM telah menyiapkan sekitar 1.300 produk dan merek lokal yang bisa dijual sebagai pengganti pakaian bekas impor. Ia menilai langkah tersebut merupakan bentuk dukungan konkret agar pedagang tetap memiliki sumber penghasilan yang berkelanjutan.

“Kalau Bapak diberikan akses dan kemudahan untuk berdagang barang legal, barang Indonesia, apakah Bapak mau? Daripada menjual barang impor ilegal yang bukan produksi kita, lebih baik kita bangga dengan produk lokal,” pungkasnya.

Di akhir penyampaian, Firnando menegaskan bahwa peralihan ke produk dalam negeri harus dipandang sebagai peluang, bukan beban. Selain memberi kepastian hukum, penggunaan barang legal juga akan memperkuat industri nasional dan menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih sehat bagi semua pelaku usaha. •ujm,um/rdn