E-Media DPR RI

Netty Prasetyani Ungkap Hanya Satu Dapur MBG di Cirebon Penuhi Standar HACCP

Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX di Cirebon, Jawa Barat, Senin (1/12/2025). Foto: Eno/vel.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX di Cirebon, Jawa Barat, Senin (1/12/2025). Foto: Eno/vel.


PARLEMENTARIA, Cirebon 
– Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menyampaikan keprihatinan terkait lemahnya standar keamanan pangan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX yang mengunjungi Kantor Bupati Cirebon, Netty membeberkan fakta bahwa dari 93 SPPG yang beroperasi di Cirebon, baru satu yang memiliki sistem manajemen keamanan pangan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).

“Ini angka yang sangat rendah. HACCP adalah standar minimum untuk memastikan makanan aman dikonsumsi anak-anak kita. Kalau hanya satu yang memenuhi, artinya ada persoalan serius dalam tata kelola keamanan pangan,” tegas Netty dalam pertemuan di Cirebon, Jawa Barat, Senin (1/12/2025).

Ia mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab memastikan setiap SPPG memenuhi standar tersebut. Menurutnya, BGN perlu memiliki rencana percepatan implementasi HACCP, bukan sekadar menunggu laporan dari penyedia layanan. Apalagi, dalam beberapa kasus diduga ada insiden yang berkaitan dengan keamanan pangan, sesuatu yang menurut Netty harus diantisipasi sejak awal.

Netty juga menyoroti penggunaan metode organoleptik sebagai cara pemantauan kualitas makanan. Metode ini hanya mengandalkan pancaindra — melihat warna, mencium bau, dan mengamati tekstur. 

“Siapa yang melakukan uji organoleptik ini? Apakah penjamah makanan, SPPG, atau tenaga yang dilatih Balai Besar POM?” tanya Netty. Ia mengingatkan bahwa pemantauan kualitas seperti ini rawan subyektivitas dan tidak cukup menjadi instrumen utama dalam program sebesar MBG.

Selain itu, Politisi Fraksi PKS ini menyesalkan belum adanya koordinasi antara BGN dan Balai Besar POM. Ia menyebut, tanpa pengawasan lembaga resmi seperti BPOM, pengawasan keamanan pangan akan selalu setengah matang. “Anak-anak adalah kelompok paling rentan. Keamanan makanannya harus nomor satu,” tegasnya. •eno/rdn