E-Media DPR RI

Desak Evaluasi Borobudur, Fikri Faqih Ingatkan Pentingnya Implementasi Pasal 97 UU Cagar Budaya

Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Foto : Dok/Andri.
Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Foto : Dok/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Komisi X DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dalam rangka meninjau persoalan tata kelola Candi Borobudur. Hal itu lantaran pengelolaan kawasan Borobudur dinilai belum sepenuhnya selaras dengan prinsip pelestarian serta pemberdayaan masyarakat sekitar sebagaimana diamanatkan regulasi.

Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan perlunya pemerintah dan pihak pengelola meninjau ulang kebijakan kenaikan kuota kunjungan. Ia juga mendorong percepatan penerapan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya untuk memastikan keberlanjutan situs warisan dunia tersebut.

Dalam forum bersama para pemangku kepentingan di Pendopo Kabupaten Magelang, Fikri menyoroti peningkatan jumlah wisatawan yang diperbolehkan naik ke struktur candi. Menurutnya, perubahan batas maksimal pengunjung dari 1.200 menjadi 4.000 orang per hari tidak dapat diberlakukan tanpa kajian yang matang.

Ia menilai pendekatan penghitungan berbasis luasan area saja belum cukup menjamin kelestarian struktur candi yang sangat rentan.

“Kapasitas Borobudur yang semula hanya membolehkan maksimal 1.200 orang sekarang menjadi 4.000 pengunjung setiap hari selama delapan jam, nampaknya perlu kajian lebih mendalam. Hal ini tidak hanya mempertimbangkan luas area, satuan area, dan faktor rotasi sebagaimana biasa dilakukan untuk menghitung daya dukung dan daya tampung fisik candi, tetapi juga harus mempertimbangkan beberapa faktor lain yang memengaruhi upaya perlindungan cagar budaya,” kata Fikri dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Senin (1/12/2025).

Selain persoalan teknis konservasi, Politisi Fraksi PKS itu juga menyoroti aspek sosial serta landasan hukum pengelolaan kawasan. Ia menilai kontribusi masyarakat dan pemerintah daerah dalam pemanfaatan Borobudur masih belum berada pada posisi yang kuat secara regulatif.

Fikri menyebut pelibatan warga lokal masih bergantung pada kebijakan pengelola semata, bukan merupakan hak yang dijamin oleh sistem pengelolaan yang terstruktur.

“Sungguhpun masyarakat dan Pemda sudah dilibatkan dalam pemanfaatan Borobudur, namun masih belum kokoh karena berbasis pada belas kasihan pengelola, bukan karena kebersamaan yang berbasis pada regulasi,” tegasnya.

Atas dasar itu, ia mendesak pemerintah dan pihak pengelola Candi Borobudur untuk segera menerapkan Pasal 97 UU Cagar Budaya. Aturan ini mengharuskan pembentukan Badan Pengelola yang melibatkan unsur pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta masyarakat, agar tata kelola kawasan tidak bertentangan dengan kepentingan sosial warga setempat.

Legislator dapil IX Jawa Tengah (Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes) tersebut menambahkan bahwa ketentuan ini belum pernah dilaksanakan secara penuh hingga kini, padahal sangat penting untuk memastikan Borobudur tidak hanya menjadi objek wisata yang menguntungkan pihak tertentu, tetapi juga mampu membawa manfaat ekonomi yang adil dan bermartabat bagi masyarakat Magelang.

Pandangan kritis Fikri tersebut disampaikan di hadapan perwakilan PT Taman Wisata Candi (TWC), Balai Pelestarian Kebudayaan, serta unsur pemerintah daerah. Hal ini juga berkaitan dengan aspirasi masyarakat bahwa meskipun Borobudur berstatus destinasi super prioritas, dampak kesejahteraannya masih belum optimal karena singkatnya waktu kunjungan wisatawan di kawasan Magelang.

“Saya berharap catatan kritis ini menjadi evaluasi serius agar pengelolaan Borobudur ke depan lebih transparan, partisipatif, dan taat asas,” pungkasnya. •ysm/rdn