Anggota Komisi VI DPR RI Achmad saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Komisi VI bersama Direktur Utama PT Garuda Indonesia di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, (01/12/2025). Foto: Mahendra/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi VI DPR RI Achmad menegaskan bahwa keberlanjutan PT Garuda Indonesia kini berada pada tanggung jawab penuh direksi, setelah pemerintah menggelontorkan dana restrukturisasi sebesar Rp23,67 triliun. Dana jumbo tersebut, menurutnya, merupakan bentuk keberpihakan negara sekaligus pengorbanan atas alokasi anggaran yang semestinya juga dibutuhkan sektor lain, terutama pendidikan dan kesehatan.
“Pemerintah sudah mengorbankan 23,67 triliun untuk meningkatkan (pelayanan maskapai Garuda), (dengan) mengorbankan (dana) pendidikan (dan) kesehatan. Nah, maksud kami dengan dana Rp23,67 triliun ini, (agar) betul (dikelola) dengan sungguh-sungguh dan serius,” ujar Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI bersama Direktur Utama PT Garuda Indonesia dengan agenda evaluasi kinerja perusahaan, pengembangan usaha 2026, dan perkembangan restrukturisasi di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, (01/12/2025).
Achmad menilai penempatan dana negara sebesar itu menuntut keseriusan ekstra dari manajemen baru. Ia mengatakan, harapan publik kini bertumpu pada kemampuan Garuda menempatkan diri sebagai primadona penerbangan nasional, dapat diandalkan, memiliki pelayanan unggul, dan menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia.
Dalam forum tersebut, Achmad mengapresiasi paparan direksi terkait arah transformasi perusahaan, khususnya konsep Transpositional Empowerment berbasis empat pilar, yaitu service, business, operational, dan digital. Namun ia menekankan bahwa konsep tersebut tidak boleh hanya berhenti sebagai strategi atas kertas, tetapi harus menjadi landasan nyata perbaikan layanan, efisiensi, dan daya saing Garuda.
Lebih lanjut, Achmad juga meminta penjelasan rinci terkait jumlah armada yang benar-benar siap beroperasi menyambut lonjakan mobilitas jelang natal dan tahun baru (nataru). Ia mengingatkan agar tidak terjadi delay maupun kendala teknis yang berpotensi mengganggu kenyamanan penumpang. Ia menyinggung insiden penerbangan haji di Makassar, di mana pesawat harus kembali ke bandara hanya beberapa menit setelah tinggal landas. Evaluasi teknologi dan keamanan, menurutnya, harus menjadi prioritas.
Politisi Fraksi Demokrat itu turut menggarisbawahi pernyataan direksi bahwa Garuda tidak akan menambah armada baru, tetapi juga fokus pada optimalisasi pesawat yang sudah tersedia. Bagi Achmad, itu berarti seluruh anggaran pembenahan harus diarahkan agar armada eksisting berfungsi maksimal.
“Tadi disampaikan bahwa konsen Bapak bukan membeli pesawat baru, tetapi bagaimana pesawat yang sekarang ada, fungsionalnya maksimal sehingga dana itu diarahkan untuk memperbaiki armada yang (sudah) ada,” tutur Achmad. •ecd/rdn