E-Media DPR RI

BAKN DPR RI Soroti Efektivitas Penyaluran KUR Demi UMKM Berkeadilan

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron saat memimpin kunjungan kerja di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis, (27/11/2025). Foto : Upi/Andri
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron saat memimpin kunjungan kerja di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis, (27/11/2025). Foto : Upi/Andri


PARLEMENTARIA, Pangkal Pinang – 
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron, menegaskan bahwa pihaknya tengah melakukan pendalaman serius terhadap tata kelola Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sebab, menurutnya, KUR merupakan salah satu instrumen penting negara dalam membuka akses pembiayaan bagi pelaku UMKM di seluruh Indonesia.

Herman menyampaikan bahwa KUR merupakan program strategis pemerintah untuk mendorong UMKM naik kelas melalui pembiayaan mudah dan berbunga rendah, yakni 6% untuk KUR UMKM dan 3 persen untuk KUR super mikro. Subsidi bunga tersebut sepenuhnya ditanggung negara.

“Upaya negara ini sangat baik dan sangat besar manfaatnya. Target KUR saja mencapai Rp 300 triliun per tahun. Karena itu kami ingin memastikan apakah program ini efektif dan benar-benar dirasakan rakyat,” ujar Herman kepada Parlementaria di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis, (27/11/2025).

Dalam penelusurannya, BAKN menemukan bahwa penyaluran KUR tahun ini berjalan lebih lambat dibanding tahun sebelumnya. Hingga akhir Oktober, realisasi baru mencapai sekitar 60 persen, jauh dari harapan untuk mencapai 100 persen.

“Kalau seperti ini kan sayang. Negara sudah menyediakan kuota besar, tapi penyerapannya rendah. Bahkan tahun sebelumnya pun rata-rata hanya mencapai 85 persen,” ujarnya.

Ia menilai kondisi tersebut mirip dengan persoalan subsidi pupuk, yang realisasinya juga hanya 85 persen meski banyak petani tidak mendapatkan pupuk bersubsidi. Hal ini menunjukkan adanya masalah sistemik dalam penyaluran program subsidi pemerintah.

Dengan ini ia, juga menyoroti kebijakan yang melarang ASN menerima pembiayaan KUR sebagaimana menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, kebijakan tersebut tidak adil.

“ASN itu ada PNS dan P3K. Banyak di antara mereka yang bergaji kecil. Kalau mereka punya usaha sampingan, kenapa tidak boleh dapat KUR? UMKM itu tidak mengenal profesi,” tegasnya.

Ia menilai pembatasan tersebut justru menghambat tujuan utama KUR, yaitu membantu masyarakat kecil yang membutuhkan akses tambahan penghasilan.

BAKN juga menemukan sejumlah persoalan teknis, terutama terkait sistem penyaluran yang berbeda-beda antara bank penyalur dan kementerian teknis. Herman menyoroti perlunya integrasi sistem, termasuk konektivitas dengan Dukcapil, agar proses verifikasi dan penyaluran tidak terhambat.

“Tidak perlu lagi ada sistem berbeda-beda di Kementerian Keuangan, Kementerian UMKM, dan masing-masing bank. Ini menyebabkan perlambatan penyaluran,” katanya.

Ia juga memberikan catatan khusus kepada Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Menurutnya, KUR BTN harus diarahkan untuk mendukung pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sementara BSI membutuhkan skema KUR syariah yang tidak sekadar mengonversi subsidi bunga ke dalam istilah syariah.

Dengan tujuan utama telaah BAKN adalah memastikan tata kelola KUR berjalan lebih transparan, tepat sasaran, dan berkeadilan. Ia berharap ke depan akses KUR dapat semakin dipermudah dan tidak lagi mensyaratkan agunan yang kerap memberatkan pelaku UMKM.

“Mudah-mudahan tata kelola KUR ke depan semakin baik. Aksesnya harus mudah, sederhana, tanpa agunan, dan akhirnya mampu meningkatkan usaha masyarakat,” tutup Herman. •upi/rdn