E-Media DPR RI

UU Minerba Hadapi Sidang MK, DPR Tegas Prioritas WIUP Swasta Tak Langgar Konstitusi

Anggota Komisi III DPR Hinca I.P. Pandjaitan XIII saat menyampaikan keterangan pada uji UU Minerba secara virtual di Gedung Setjen DPR, Rabu (26/11/2025). Foto: Sari/vel.
Anggota Komisi III DPR Hinca I.P. Pandjaitan XIII saat menyampaikan keterangan pada uji UU Minerba secara virtual di Gedung Setjen DPR, Rabu (26/11/2025). Foto: Sari/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 — DPR RI menyatakan bahwa ketentuan pemberian prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada badan usaha swasta dalam rangka hilirisasi mineral dan batubara tidak bertentangan dengan UUD 1945. Sebagai kuasa DPR, ia menekankan kebijakan hilirisasi adalah agenda negara untuk meningkatkan nilai tambah mineral sebelum dijual dan memastikan proses pengolahan serta pemurnian dilakukan di dalam negeri. 

Demikian hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR Hinca I.P. Pandjaitan XIII saat membacakan keterangan resmi DPR secara virtual dalam agenda pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara di Gedung Setjen DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

“Hilirisasi merupakan kebijakan negara untuk memastikan mineral tidak diekspor dalam bentuk mentah, tetapi diolah, dimurnikan, dan diindustrialisasi di dalam negeri,” ujar Hinca.

Selain itu, DPR, sebutnya, menekankan pemberian prioritas WIUP kepada swasta bukan berarti pemerintah mengurangi peran BUMN, karena pengaturannya bersifat komplementer. Ia menjelaskan bahwa kata “dan” dalam Pasal 51B ayat (1) dan Pasal 60B ayat (1) bersifat kumulatif, sehingga baik BUMN maupun swasta yang memenuhi parameter objektif dapat diberikan prioritas. 

Lebih lanjut, Hinca menjelaskan parameter tersebut mencakup kemampuan teknis, finansial, manajerial, serta penguasaan teknologi, yang diperjelas dalam PP 39/2025 sebagai aturan teknis pelaksana. DPR, paparnya, juga menepis anggapan bahwa frasa “badan usaha swasta” membuka ruang liberalisasi pertambangan. 

Bagi DPR, ungkapnya, kriteria swasta yang dapat memperoleh WIUP, menurut DPR, telah dibatasi melalui verifikasi administratif, teknis, dan finansial yang dilakukan melalui sistem OSS terintegrasi lintas kementerian. Ia juga menyampaikan seluruh aktivitas pertambangan juga tetap berada dalam kendali negara melalui pengawasan reklamasi, AMDAL, pascatambang, serta kewajiban pemberdayaan masyarakat. 

Menanggapi kekhawatiran soal frasa “dan/atau global” dalam regulasi ini, dirinya menerangkan ketentuan tersebut tidak memprioritaskan pasar global, melainkan memberi ruang bagi pemerintah untuk menilai rantai pasok baik nasional maupun global dengan tetap menempatkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri sebagai prioritas utama. Selain itu, paparnya, ekspor hasil tambang hanya dapat dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri dipenuhi. 

Terkait ketentuan divestasi saham 51 persen kepada pihak nasional, jelasnya, tetap diberlakukan demi mencegah dominasi asing dalam pengelolaan tambang. Menutup pernyataannya, DPR menegaskan pasal-pasal yang diuji tidak mengurangi penguasaan negara atas sumber daya alam dan tidak membuka peluang liberalisasi hasil tambang.

“Ketentuan dalam pasal a quo memastikan kegiatan hilirisasi berjalan efektif,” pangkas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Sebagai informasi, permohonan uji materi terhadap UU Nomor 2 Tahun 2025 diajukan karena Pemohon menilai pemberian prioritas WIUP kepada swasta berpotensi mengurangi dominasi BUMN, membuka ruang liberalisasi tambang, serta menyimpang dari amanat Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 mengenai penguasaan negara atas sumber daya alam. Pemohon juga mempersoalkan frasa “dan/atau global”, yang dinilai membuka akses pengutamaan pasar global serta berpotensi melemahkan orientasi pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

UU Minerba yang menjadi objek gugatan adalah perubahan keempat dari UU 4 Tahun 2009, yang mana revisi tahun 2025 mempertegas arah hilirisasi nasional dan memberikan peluang prioritas WIUP untuk BUMN maupun swasta dengan parameter objektif. Sidang uji materi ini menjadi salah satu sorotan sebab melibatkan isu strategis terkait hilirisasi, investasi smelter, pengendalian ekspor mineral mentah, serta posisi Indonesia dalam rantai pasok global komoditas mineral strategis. •um/aha