Anggota Komisi VI DPR RI, Kawendra Lukistian di sela-sela pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI dengan akademisi Universitas Padjajaran, PT Pegadaian (persero) serta jajaran KPPU, Jawa Barat, Bandung, Rabu (26/11/2025). Foto : Afr/Andri
PARLEMENTARIA, Bandung – Anggota Komisi VI DPR RI, Kawendra Lukistian, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi.
Ia menjelaskan bahwa regulasi yang berlaku sejak 1999 tersebut sudah tidak lagi sesuai dengan perubahan ekonomi saat ini, terutama dengan munculnya ekosistem pasar digital yang berkembang pesat.
Hal itu disampaikannya di sela-sela pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI dengan akademisi Universitas Padjajaran, PT Pegadaian (persero) serta jajaran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jawa Barat, Bandung, Rabu (26/11/2025).
“Kondisi sekarang berbeda jauh dengan tahun 1999. Ada market digital yang sudah tidak seperti konvensional. Karena itu perubahan-perubahan harus mengikuti perkembangan saat ini agar iklim berusaha semakin sehat dan tidak ada pihak yang memonopoli,” ujar Kawendra kepada Parlementaria.
Dalam pertemuan ini, para akademisi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan sejumlah ahli dari berbagai lembaga memberikan masukan terkait konstruksi RUU yang sedang disusun. Kawendra menilai masukan tersebut sangat penting untuk memastikan undang-undang baru dapat memberikan kepastian hukum dan mendorong persaingan usaha yang lebih sehat.
“Tujuannya jelas, memberikan perbaikan terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999 agar iklim berusaha di Indonesia lebih sehat, tidak ada monopoli yang luar biasa, dan semua pelaku usaha bisa bertumbuh,” katanya.
Politisi Fraksi Gerindra menjelaskan, dalam rapat tersebut, salah satu topik yang paling banyak dibahas adalah pentingnya perlindungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kawendra menilai UMKM tidak dapat disetarakan dengan korporasi besar dalam konteks persaingan.
“UMKM dan korporasi besar tidak boleh diperlakukan sama. Negara harus memberikan privilese untuk UMKM. Kalau mereka dibiarkan bersaing bebas tanpa perlindungan, tentu tidak adil bagi UMKM,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa UMKM telah terbukti menjadi kekuatan utama dalam mempertahankan ekonomi Indonesia saat krisis melanda. Karena itu, regulasi persaingan usaha harus membuka ruang yang lebih luas bagi perkembangan UMKM tanpa menghambat pelaku usaha lainnya.
Kawendra memastikan bahwa proses penyusunan RUU ini akan dilakukan secara inklusif dengan melibatkan berbagai pihak sehingga tidak ada ruang untuk politisasi. “Yang terpenting adalah bagaimana undang-undang ini benar-benar bisa menjawab tantangan zaman dan melindungi pelaku usaha, terutama UMKM,” pungkasnya. afr/rdn