Anggota Komisi IV DPR RI, Endang Setyawati Thohari menghadiri National FGD on ASEAN Guidelines on Promoting Responsible Investment in Food, Agriculture, and Forestry (ASEAN RAI) di Bogor, Jawa Barat, Rabu (26/11/2025). Foto : We/Andri.
PARLEMENTARIA, Bogor – Anggota Komisi IV DPR RI, Endang Setyawati Thohari, menegaskan pentingnya harmonisasi kebijakan dan penguatan political will nasional untuk menghadapi era investasi bertanggung jawab di sektor pangan, pertanian, dan kehutanan.
Endang menjelaskan bahwa sebelum membangun kerja sama regional, Indonesia harus terlebih dahulu memiliki harmonisasi internal yang kuat. Menurutnya, tanpa landasan kebijakan yang konsisten, Indonesia akan kesulitan mengikuti dinamika integrasi ekonomi kawasan.
“Jadi saya pikir, ide kami harus ada harmonisasi dulu. Selain itu, internal di Indonesia juga harus didukung oleh political will yang kuat,” ujarnya pada Parlementaria usai menghadiri National Focus Group Discussion on ASEAN Guidelines on Promoting Responsible Investment in Food, Agriculture, and Forestry (ASEAN RAI) yang diadakan BKSAP DPR RI di Bogor, Jawa Barat, Rabu (26/11/2025).
Ia menekankan bahwa keberadaan political will harus ditopang grand strategy yang berkelanjutan serta koordinasi lintas kementerian. Tanpa itu, Indonesia akan terus terjebak dalam perubahan kebijakan setiap pergantian pemerintahan.
“Harus ada grand strategy minimal selama 25 tahun. Kalau tidak ada political will dan tidak ada grand strategy, ganti presiden ganti kebijakan, apalagi ganti menteri,” tegas Legislator Dapil Jawa Barat III ini.
Ia menilai bahwa strategi jangka panjang menjadi kunci untuk melindungi petani kecil dari tekanan globalisasi dan program-program regional yang belum tentu menguntungkan Indonesia. “Kita mau bergabung dengan ASEAN, tetapi kalau kita tidak punya grand strategy yang membantu petani-petani kecil kita, nanti kita akan tergerus,” kata Politisi Fraksi Gerindra ini.
Endang juga menyinggung sejarah kejayaan pendidikan pertanian Indonesia, di mana Thailand dan Vietnam pernah belajar dari Indonesia. Namun, kemunduran terjadi setelah reformasi ketika berbagai program penelitian dan pengembangan tidak diteruskan.
“Kita sudah mendirikan balai-balai penelitian dan menyekolahkan para penelitinya ke luar negeri sesuai keahliannya. Tapi begitu pulang ke Indonesia setelah reformasi, tidak diteruskan. Padahal itu penting sekali untuk inovasi teknologi,” tuturnya.
Ia memperingatkan bahwa tanpa penerapan inovasi secara konsisten, petani Indonesia berpotensi beralih profesi atau tertinggal dari negara-negara tetangga.
Lebih jauh, Endang menegaskan bahwa harmonisasi ASEAN tetap harus didukung oleh political will nasional yang kuat. Tanpa itu, Indonesia bisa terbawa arus oleh program kawasan yang tidak sejalan dengan kepentingan domestik, terutama terkait kedaulatan pangan.
“Harmonisasi negara-negara ASEAN harus didukung political will Indonesia. Kalau tidak, kita akan tergerus dengan program-program ASEAN yang belum tentu menguntungkan Indonesia,” pungkasnya. •we/aha