E-Media DPR RI

Irine: Representasi Perempuan Harus Bertransformasi Menjadi Kepemimpinan

Wakil Ketua BKSAP DPR RI sekaligus Ketua WAIPA 2023, Irine Yusiana Roba Putri, saat membuka forum WAIPA Townhall 2025 di Bogor, Selasa, (25/11/2025). Foto: Ubed/vel.
Wakil Ketua BKSAP DPR RI sekaligus Ketua WAIPA 2023, Irine Yusiana Roba Putri, saat membuka forum WAIPA Townhall 2025 di Bogor, Selasa, (25/11/2025). Foto: Ubed/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Upaya memperkuat kepemimpinan perempuan dalam politik kembali mendapatkan dorongan signifikan melalui WAIPA Townhall 2025 yang digelar BKSAP DPR RI di Bogor, Selasa, (25/11/2025). Acara yang menghadirkan beragam pemimpin perempuan, organisasi masyarakat, sayap partai, akademisi, hingga komunitas muda ini menjadi ruang diskusi strategis tentang kesetaraan gender dalam proses pengambilan keputusan politik, baik di Indonesia maupun kawasan ASEAN.

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI sekaligus Ketua WAIPA 2023, Irine Yusiana Roba Putri, membuka forum dengan seruan yang kuat, bahwa pemberdayaan perempuan bukan sekadar diskursus nasional, tetapi perjuangan global yang telah berlangsung selama puluhan tahun. “Hari ini kita hadir tidak hanya untuk mendengar, tetapi untuk menyatukan suara, pengalaman, dan harapan perempuan dari berbagai ruang kehidupan,” ujarnya.

Kesetaraan Gender

Irine mengingatkan bahwa perjuangan global menuju kesetaraan gender telah berumur hampir tiga dekade sejak Beijing Declaration and Platform for Action 1995 serta komitmen global dalam SDG 5. Namun capaian dunia dinilai masih jauh dari harapan. “Dunia masih off track dalam mencapai kesetaraan gender. Ini bukan hanya tantangan Indonesia, tetapi tantangan dunia,” tegasnya.

Data IPU per 1 Oktober 2025 menunjukkan bahwa hanya enam negara yang mencapai atau melampaui 50% representasi perempuan di parlemen nasional, yaitu Rwanda, Kuba, Nikaragua, Bolivia, Meksiko, serta Andorra dan UEA yang berada di posisi keenam. Di kawasan ASEAN, Singapura, Vietnam, dan Timor Leste mencatat progres signifikan, dengan Timor Leste menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara dengan 35,4%.

Sementara Indonesia masih berada di peringkat 110 dunia dengan 21,9% perempuan di DPR RI hasil Pemilu 2024. Meski menunjukkan tren kenaikan dari pemilu ke pemilu, laju peningkatannya dinilai belum cukup cepat.

Kesenjangan Akar Rumput

Kondisi lebih memprihatinkan terlihat di daerah. Representasi perempuan di DPRD Provinsi stagnan pada angka 18,8%, sementara di DPRD Kabupaten/Kota hanya 15,52%. Irine menilai, disparitas ini menunjukkan bagaimana perempuan di daerah masih menghadapi jarak yang signifikan dari ruang-ruang pengambilan keputusan, sehingga aspirasi di level akar rumput sering tidak terwakili secara memadai.

“Ini menjelaskan mengapa banyak perempuan yang aktif di komunitas dan organisasi lokal masih merasa jauh dari pusat kebijakan,” kata Irine.

Dalam paparannya, Irine membedah tantangan utama yang menghambat langkah perempuan menuju ruang kepemimpinan politik. Hambatan itu bersifat struktural, sulitnya perempuan menembus ruang-ruang strategis di partai politik dan kultural, berupa ekspektasi ganda yang tidak dibebankan kepada politisi laki-laki.

“Perempuan ditanya bagaimana anaknya bila pulang rapat malam. Pertanyaan itu tidak pernah ditujukan kepada rekan laki-laki,” ujarnya, disambut anggukan peserta.

Selain mendapatkan ruang partisipasi, perempuan juga menghadapi gap lain yang lebih tajam: jarak antara “ikut serta” dan “berpengaruh”. Banyak perempuan masuk ke sistem, tetapi belum mampu menjadi penentu arah kebijakan.

Irine mencontohkan Meksiko, negara yang memiliki kerangka hukum progresif terkait kesetaraan gender, namun masih menghadapi tingginya kekerasan politik berbasis gender. Bahkan Presiden Claudia Sheinbaum pernah menjadi korban pelecehan seksual di ruang publik. “Pelajarannya jelas: regulasi tidak cukup. Kita butuh ekosistem politik yang aman dan budaya yang berubah,” tegasnya.

Momentum Indonesia

Kendati demikian, Irine menekankan bahwa Indonesia memiliki alasan untuk optimis. Salah satu kemajuan besar adalah kebijakan DPR RI yang mewajibkan setiap Alat Kelengkapan Dewan (AKD) memiliki unsur pimpinan perempuan 30%. Kebijakan ini dinilai sebagai game changer karena perempuan tidak hanya hadir, tetapi diberi ruang untuk memimpin.

Indonesia juga memegang peran penting di tingkat ASEAN dengan menginisiasi Women’s Political Participation and Leadership (WPPL) dalam AIPA pada 2023. Di tataran global, Indonesia menjadi bagian dari Bureau of Women Parliamentarians di IPU, menunjukkan bahwa diplomasi parlemen Indonesia dalam isu kesetaraan gender semakin kuat. “Indonesia tidak hanya mengikuti arus, tetapi menginisiasi arah,” ujar Irine. •uf/aha