E-Media DPR RI

Desak Investigasi Independen Dugaan Pelanggaran HAM PT Toba Pulp Lestari

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso saat memimpin RDP dan RDPU dengan Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Plt. Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM Kemenham, dan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Gedung Nusantara, Rabu (26/11/2025). Foto: Runi/vel.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso saat memimpin RDP dan RDPU dengan Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Plt. Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM Kemenham, dan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Gedung Nusantara, Rabu (26/11/2025). Foto: Runi/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
–  Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso menegaskan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang melibatkan PT Toba Pulp Lestari (TPL) harus diusut menyeluruh dan independen. Menurutnya, upaya pembentukan TGPF yang dipimpin Kementerian HAM dengan melibatkan Komnas HAM dan LPSK menjadi implementasi nyata strategi nasional bisnis dan HAM, yang menuntut korporasi menjalankan operasional secara akuntabel.

Demikian hal itu disampaikannya saat membuka Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XIII DPR dengan Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Plt. Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM Kemenham, dan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

“Kunjungan kerja (Komisi XIII DPR ke Sumatera Utara pada tanggal 3–7 Oktober 2025) tersebut menghasilkan kesepakatan penting, yaitu dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari,” tutur Sugiat.

Ia pun mendesak pemerintah agar secara berkala memaparkan perkembangan investigasi secara lengkap, termasuk metode lintas sektor yang digunakan untuk memverifikasi pola pelanggaran yang disebut terjadi berulang. “Kerja TGPF sangat luas dan menantang. Oleh karena itu, kami meminta tim dapat menyampaikan update temuan awal dan kendala yang dihadapi di lapangan,” katanya.

Temuan tersebut, tegasnya, akan menjadi dasar Komisi XIII DPR untuk menetapkan langkah kebijakan selanjutnya. Di sisi lain, ia menyoroti temuan terkait adanya indikasi pola konflik berkepanjangan serta dugaan pelanggaran berat seperti kriminalisasi dan intimidasi terhadap masyarakat. “Kami wajib mengambil sikap tegas terhadap temuan yang tak terbantahkan,” ujarnya.

Maka dari itu, ia mendesak PT TPL bersikap transparan sekaligus menunjukkan komitmen substantif untuk penyelesaian konflik. Komisi XIII juga membuka ruang bagi perusahaan menyampaikan inisiatif perdamaian, namun menegaskan bahwa langkah tersebut bersifat sementara sampai rekomendasi resmi TGPF diterbitkan.

“Kami ingin keterbukaan PT TPL memberikan akses penuh terhadap dokumen dan lokasi yang relevan bagi TGPF. Kerja sama perusahaan adalah kunci pembuktian itikad baik,” kata Sugiat.

Menutup pernyataan, Komisi XIII, lanjutnya, akan memastikan proses investigasi berlangsung independen, terbuka, dan berkeadilan, baik untuk kepentingan investasi maupun perlindungan HAM masyarakat terdampak. “Setiap aktivitas bisnis di Indonesia wajib berjalan seiring dengan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia,” tandas Politisi Fraksi Partai Gerindra itu.

Sebagai informasi, PT Toba Pulp Lestari, yang sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama, telah beroperasi di kawasan sekitar Danau Toba sejak era 1980-an. Perusahaan ini berulang kali terlibat sengketa dengan masyarakat adat seperti Pandumaan–Sipithuta, Natumingka, dan komunitas lainnya terkait klaim hutan kemenyan dan batas-batas wilayah adat.

Sejak tahun 1990-an, perusahaan juga pernah dihentikan operasinya dan menjadi sorotan nasional akibat dugaan pencemaran lingkungan serta benturan dengan warga. Laporan Komnas HAM pada 2016 juga mengonfirmasi adanya pelanggaran hak-hak masyarakat adat dalam konflik Pandumaan–Sipithuta. Kasus bentrokan di Natumingka pada 2021 serta laporan dugaan kriminalisasi warga terus menambah daftar panjang konflik agraria di sekitar konsesi perusahaan. •um/aha