E-Media DPR RI

Rapat dengan Mentan, Panggah Susanto Singgung Nasib Beberapa Komoditas

Ketua Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto saat mengikuti rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri pertanian di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). Foto: Oji/vel.
Ketua Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto saat mengikuti rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri pertanian di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). Foto: Oji/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Penghentian impor jagung pakan pada 2025 dan rencana menutup keran impor secara penuh pada 2026 dinilai sebagai langkah berani dalam mewujudkan swasembada pangan. Kebijakan ini disebut menjadi titik penting dalam penguatan komoditas jagung nasional, terutama untuk kebutuhan pakan ternak yang selama ini masih bergantung pada pasar luar negeri.

“Tentu kami surprise dengan tidak akan ada impor jagung. Ini mungkin juga baru pertama kali ini bisa dicanangkan untuk tidak impor produk jagung. Terutama tentu saja difokuskan pada pakan. kalau pakan saja bisa kita tutup, itu saya kira suatu prestasi yang besar,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri pertanian di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta pada Senin (24/11/2025).

Ia menilai kebijakan tersebut merupakan capaian besar, namun menyebut penghentian impor jagung untuk kebutuhan industri masih membutuhkan kesiapan lebih lanjut. Persoalan kualitas, volume produksi, kepastian harga, dan kontinuitas pasokan disebut menjadi tantangan berikutnya agar industri tidak mengalami kekurangan bahan baku.

Di sisi lain, upaya swasembada jagung dinilai belum mampu dimaksimalkan oleh lembaga tempat penyimpanan cadangan pangan nasional. Bulog dianggap masih belum siap menjadi pemain besar dalam penyerapan komoditas ini karena fasilitas penyimpanan dan pengeringan dinilai belum memadai.

“Saya lihat di sini fungsi Bulog juga belum maksimal untuk penanganan jagung ini. Saya kira stoknya juga masih terlalu kecil saat ini dan kemampuan untuk menyimpan, silo-silo dan sebagainya, dryer dan sebagainya perlu disiapkan,” lanjutnya.

Pada komoditas kopi, ia menyoroti lonjakan harga yang dinilai menguntungkan petani. Harga kopi yang sebelumnya berada di kisaran Rp22ribu hingga Rp23 ribu per kilogram kini bisa mencapai Rp50 ribu per kilogram. Kenaikan ini diduga kuat karena suplai dunia sedang menurun akibat replanting besar-besaran di Brasil sebagai produsen utama kopi global.

Menurutnya, kondisi tersebut harus menjadi perhatian pemerintah karena kenaikan harga saat ini bisa bersifat sementara. Ketika Brasil kembali panen dalam beberapa tahun mendatang, harga kopi dunia dinilai berpotensi turun tajam sehingga langkah antisipasi harus dirancang sejak dini melalui kebijakan nasional yang berpihak pada petani.

Pada komoditas susu, politisi Fraksi Partai Golkar ini menilai ketergantungan impor sudah menyentuh porsi mayoritas kebutuhan nasional. Ia menilai pengurangan impor memerlukan program jangka panjang, peningkatan produksi dalam negeri, serta kebijakan yang terukur mulai dari hulu hingga hilir.

Pada kesempatan yang sama, Ia juga menyinggung perlunya stabilisasi harga cabai yang dianggap selalu menyulitkan petani dan konsumen akibat fluktuasi ekstrem. Kenaikan harga sering memicu euforia penanaman secara massal, yang kemudian diikuti kejatuhan harga di musim panen berikutnya.

“Yang berikutnya yang selalu saja menjadi masalah, cabai ini fluktuasinya luar biasa. Selalu kadang harga tinggi sekali, kemudian berbondong-bondong orang menanam cabai. Pada berikutnya pasti drop, itu terus gitu. Nah ini bagaimana supaya ini bisa lebih stabil agar cabai ini,” kata Panggah.

Menutup pernyataannya, Panggah kemudian menyinggung komoditas bawang putih yang dinilai belum mendapatkan perhatian cukup. Legislator dapil Jawa Tengah VI itu menyebut sentra penghasil Bawang putih, termasuk di Wonosobo, Temanggung, dan Magelang memerlukan kebijakan yang mendorong swasembada bawang putih seperti pada beberapa dekade lalu. 

Menurutnya, pemerintah dapat memulai dari penguatan pembibitan, mengingat bibit bawang putih tidak bisa diproduksi di semua daerah. Ia menegaskan bahwa program tersebut dapat menjadi langkah awal menata kembali kemandirian komoditas bawang putih nasional.

Dilansir dari berbagai sumber, Kementan menargetkan swasembada bawang putih pada 2028 dengan menekan impor menjadi maksimal 10 persen dari kebutuhan nasional. Produksi bawang putih sempat naik menjadi 88.817 ton pada 2019, namun stagnan di angka 39 ribu ton pada 2024. Angka ini masih jauh dari impor rata-rata per tahun yang mencapai 540 ribu ton dengan nilai Rp8 triliun. •uc/aha