E-Media DPR RI

Dewi Yustisiana Minta Kejelasan Program Kerja Strategis BPH 2025-2029: Harus Jawab Soal Klasik!

Anggota Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI bersama Ketua dan Anggota Komite BPH Migas di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). Foto : Jaka/Andri.
Anggota Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI bersama Ketua dan Anggota Komite BPH Migas di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). Foto : Jaka/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta – 
Anggota Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana menekankan pentingnya kejelasan program kerja strategis BPH Migas periode 2025–2029 yang baru, terutama yang berkaitan dengan penanganan kelangkaan BBM dan pengawasan distribusi BBM bersubsidi. 

Dewi menegaskan tantangan-tantangan terkait penyediaan energi, terutama BBM bersubsidi, masih terus dirasakan masyarakat di berbagai daerah. Mulai dari kelangkaan BBM, lemahnya pengawasan distribusi, hingga efektivitas penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan operator maupun transporter.

“Kami ingin mengetahui program kerja kepengurusan baru BPH Migas, terutama yang bisa segera menjawab persoalan klasik di lapangan. (Misalnya) kelangkaan BBM masih terjadi, pengawasan distribusi BBM bersubsidi masih lemah, dan bagaimana efektivitas penegakan hukum terhadap operator atau transporter yang nakal,” tegas Dewi dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI bersama Ketua dan Anggota Komite BPH Migas di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

Lebih lanjut, Politisi Fraksi Golkar tersebut menambahkan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, BBM merupakan komoditas vital yang digunakan masyarakat luas. Oleh karena itu, setiap potensi kelangkaan harus dapat ditangani dengan cepat dan terukur.

Dalam forum tersebut, Dewi secara khusus mempertanyakan kembali kesiapan BPH Migas dalam menghadapi situasi darurat. “Pertanyaan kami, apakah BPH Migas selama ini sudah memiliki recovery plan jika terjadi kelangkaan BBM? Jika ada, apakah kontingensi plan tersebut sudah dibedakan berdasarkan level urgensinya?” tanya Dewi.

Menutup pernyataannya, Legislator Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Dapil Sumsel II) ini pun lantas menyoroti perbedaan kondisi kelangkaan BBM antarwilayah yang kerap terjadi, khususnya antara Jakarta sebagai Ibukota dengan daerah pelosok.

“Apabila kelangkaan terjadi di Jakarta ibukota negara, tentu penanganannya akan berbeda apabila dibandingkan dengan kelangkaan BBM itu terjadi di daerah pelosok. Karena pusat perdagangan, maka recovery plan atau kontingensi plan harus bisa dilakukan dalam waktu 12 jam, kalau tidak akan terjadi kegaduhan, berbeda dengan  pelosok yang memakan waktu 2 sampai 2 minggu pendistribusiannya ke daerah pelosok,” pungkasnya. •pun/rdn