E-Media DPR RI

Struktur Biaya Industri Petrokimia Dinilai Berat, Komisi VII Soroti Bea Masuk Bahan Baku

Tim kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI berfoto bersama usai melakukan kunjungan kerja ke PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, Jumat (21/11/2025). Foto: Ucha/vel.
Tim kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI berfoto bersama usai melakukan kunjungan kerja ke PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, Jumat (21/11/2025). Foto: Ucha/vel.


PARLEMENTARIA, Cilegon 
– Struktur biaya industri petrokimia dinilai masih berat akibat tingginya porsi bahan baku impor yang digunakan dalam proses produksi. Kondisi ini membuat industri hulu harus menghadapi volatilitas harga global sekaligus tekanan bea masuk bahan baku, sehingga memengaruhi daya saing produk nasional di pasar domestik maupun internasional.

Dalam kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, perhatian tertuju pada kemampuan industri dalam menjaga harga produk agar tetap kompetitif. Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyoroti tantangan fluktuasi harga global terhadap produk dasar petrokimia.

“Bagaimana Bapak memastikan bahwa produk yang dihasilkan, Propylene dan Ethylene ini tetap kompetitif di tengah volatilitas harga global? Di mana Nafta dan LPG yang dibutuhkan sebagai raw material itu masih impor,” tanya Ilham pada jajaran PT LCI yang hadir dalam pertemuan yang diselenggarakan pada Jumat (21/11/2025)

Ilham menyampaikan pertanyaan tersebut mengingat sebagian besar bahan baku utama industri petrokimia nasional masih dipenuhi melalui impor. Selain itu, harga migas dunia yang fluktuatif turut berpotensi menambah tekanan pada struktur biaya produksi industri petrokimia.

Merespons hal tersebut, perwakilan PT LCI Jojok Hadrijanto tidak secara spesifik menjelaskan dampak langsung volatilitas harga migas pada harga produk perusahaan. Namun ia menekankan adanya persoalan lain yang menjadi hambatan industri dalam menghasilkan harga yang kompetitif, yakni bea masuk lima persen untuk LPG impor sebagai bahan baku.

Jojok berharap agar ke depan Komisi VII DPR RI dapat mendorong pemerintah menghapuskan bea masuk LPG impor. Ia menilai penghapusan bea masuk tersebut penting untuk mendukung keberlanjutan industri petrokimia sebagai penyedia bahan baku utama sektor manufaktur nasional.

Ilham menyatakan bahwa masukan tersebut akan menjadi bagian dari pembahasan internal komisi untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang lebih kuat. Ia menilai dukungan kebijakan diperlukan agar sektor petrokimia mampu bertahan di tengah volatilitas harga global.

“Tadi masukan Bapak kepada kami yang nanti mungkin menjadi bahan tersendiri bagi kami guna merumuskan rekomendasi kebijakan yang lebih kuat untuk memastikan sektor petrokimia ini tetap berdiri dan tangguh,” ujar politisi Fraksi Partai Golkar itu.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VII DPR RI Rico Sia juga menyampaikan dukungan terhadap penghapusan bea masuk bahan baku industri petrokimia. Ia menilai kebijakan tersebut penting agar produk nasional dapat bersaing secara harga dengan produk impor.

“Saya sangat sepakat apabila kita mendukung PT Lotte terkait dengan pembebasan bea sehingga produk kita, produk dalam negeri ini dapat berkompetisi harganya melawan produk-produk impor,” kata Rico.

Rico menambahkan bahwa tanpa relaksasi bea masuk, industri berpotensi kehilangan daya saing sehingga produk impor berharga rendah dapat lebih mendominasi pasar. Ia mengingatkan bahwa kondisi tersebut dapat melemahkan posisi Indonesia yang tengah berupaya memperkuat basis industri hulu.

“Negara kita yang ingin jadi negara produsen ini bisa kembali menjadi negara konsumen. Hal-hal tersebut memang harus menjadi atensi kita semua, sehingga sekali lagi (produk industri nasional) dapat berkompetisi dengan produk-produk impor yang masuk,” lanjutnya.

Kebijakan penguatan industri petrokimia dinilai harus memastikan kompetisi yang adil antara produk impor dan produk nasional. Legislator menekankan bahwa bea masuk seharusnya dikenakan pada produk jadi impor, bukan pada bahan baku yang digunakan industri dalam negeri.

“Impor boleh saja dan kita tidak takut apabila tadi hasil produk kita disini harganya dapat berkompetisi dengan harga-harga mereka. Yang mestinya terjadi adalah produk impor yang mestinya dikenakan pajak bukan produk-produk lokal yang kemudian dikenakan pajak,” tegasnya politisi Fraksi Partai NasDem itu. •uc/rdn