E-Media DPR RI

Masa Tunggu Haji Diseragamkan, Sosialisasi Harus Dimassifkan

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid saat memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI ke Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (20/11/2025). Foto: Galuh/vel.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid saat memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI ke Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (20/11/2025). Foto: Galuh/vel.


PARLEMENTARIA, Bogor 
– Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid menegaskan bahwa sistem pembagian kuota haji yang baru diterapkan pemerintah, bertujuan untuk menghadirkan rasa keadilan bagi seluruh calon jemaah haji Indonesia. Menurutnya, kebijakan tersebut mengacu pada amanat undang-undang yang mengatur pemerataan masa tunggu (waiting list) di seluruh daerah.

“Baik yang daerahnya sedikit kuotanya maupun yang besar, semuanya mendapat kesamaan di tahun 2026. Ini rasa keadilan,” ujarnya kepada Parlementaria saat melakukan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI ke Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (20/11/2025).

Wachid menjelaskan bahwa sebelumnya masa tunggu sangat bervariasi antardaerah, ada yang mencapai 45 tahun, 30 tahun, 25 tahun, hingga 15 tahun. Ketimpangan ini kini diseragamkan menjadi masa tunggu rata-rata 26 tahun mulai pemberangkatan 2026. 

Ia menyebut kebijakan ini juga memberikan manfaat bagi para calon jemaah yang selama ini merasa sudah lama menabung dan berharap giliran tiba. Dengan pemerataan ini, seluruh jemaah memperoleh hak yang sama sesuai ketentuan baru.

Namun demikian, Wachid tidak menampik bahwa perubahan sistem tersebut menimbulkan dampak berbeda di tiap daerah, bahwa ada yang mendapatkan tambahan kuota, ada pula yang mengalami pengurangan. Ia mencontohkan Kota Bogor, yang semula dapat memberangkatkan sekitar 900 jamaah, kini berkurang hampir 50 persen.

Karena itu, ia menilai sosialisasi menjadi aspek krusial agar kebijakan baru ini dapat dipahami masyarakat secara menyeluruh. Wachid meminta Kementerian Haji dan Umrah serta Kantor Bimbingan Haji dan Umrah  di daerah segera memberikan penjelasan terbuka terkait perubahan yang terjadi. 

“Jika sosialisasi jelas, transparan, saya kira jamaah bisa menerima. Walau pasti ada rasa berat hati karena sebagian sudah mempersiapkan keberangkatan tahun ini,” kata Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.

Wachid menegaskan bahwa penjelasan yang memadai sangat dibutuhkan terutama bagi jemaah yang batal berangkat akibat perubahan sistem. Ia berharap Kementerian Haji dan Umrah aktif memberikan pemahaman agar tidak terjadi kebingungan di lapangan. •gal/rdn