Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR-RI bersama Eselon I Kementerian Keuangan, di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta. Foto: Mario/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan perkembangan Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Dari total 20 PP yang dimandatkan, Kemenkeu sudah menuntaskan 4 PP dan sisanya masih dalam tahap penyusunan. Menyikapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mendorong Kemenkeu mempercepat penyelesaian peraturan pelaksana UU PPSK.
“Tentunya, kami mendorong berbagai rancangan peraturan ini untuk segera diselesaikan. Karena kalau dihitung, UU PPSK itu sudah 2 tahun setelah kita undangkan, sekarang sudah masuk revisinya. Jadi saya rasa waktu yang sangat cukup untuk bisa menyelesaikan seluruh PR-PR ini,” ujar Puteri dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR-RI bersama Eselon I Kementerian Keuangan, di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Puteri menyoroti 2 (dua) PP yang penting dalam mendukung Sektor Jasa Keuangan, yakni PP tentang Peta Jalan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Komite Nasional Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan (Komite LIK).
“Untuk pengembangan SDM ini, pada praktiknya sudah ada peraturan yang telah dibuat oleh OJK. Misalnya POJK 43/2024 tentang Pengembangan SDM di bidang Lembaga Pembiayaan. Lalu ada juga POJK 19/2023 tentang Pengembangan SDM BPR dan BPRS. Ini menimbulkan kekhawatiran kita bahwa pengembangan SDM itu hanya terpusat di sektor tertentu. Sifatnya tidak terintegrasi dan tidak holistik. Karenanya, PP ini dibutuhkan untuk bisa menjadi pedoman secara komprehensif,” urai Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Pada kesempatan ini, Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kemenkeu RI Masyita Crystallin menjelaskan saat ini pembentukan berbagai peraturan tersebut masih dalam proses pembicaraan dan pengharmonisasian bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Tentunya, kami pahami dan catat masukan ini agar pengembangan SDM ini tidak terpisah dan dilakukan di seluruh sektor. Sehingga tidak spesifik di sektor-sektor tertentu dan akhirnya terpisah penyelesaiannya. Untuk Komite LIK, ini juga masih dalam pembicaraan dan kami terus terang berkoordinasi sangat erat dengan OJK,” jelas Masyita.
Puteri menilai pentingnya PP tentang Komite Nasional Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan (Komite LIK). Hal ini tidak terlepas dari tingkat literasi dan inklusi keuangan di masyarakat terbilang masih rendah, yaitu masing-masing 65 persen dan 75 persen. Akibatnya, masih banyak masyarakat yang terjebak pada investasi ilegal yang merugikan. Untuk itu, Komite ini berperan penting sebagai pusat koordinasi dan penyelarasan kebijakan, agar upaya peningkatan literasi dan inklusi dapat berlangsung lebih efektif dan menyentuh kelompok masyarakat yang selama ini tertinggal.
“Harapannya, kalau peraturan ini sudah selesai, komite ini bisa jadi pusat koordinasi, penyelarasan kebijakan, dan juga peningkatan literasi dan inklusi keuangan yang lebih terarah. Sehingga, tidak kementerian/lembaga mempunyai program yang berbeda, jalan masing-masing, anggaran sama besarnya, tetapi hasilnya tidak menyeluruh.” ungkap Puteri. •rnm/rdn