E-Media DPR RI

Karmila Sari Dorong Fleksibilitas Anggaran dalam Revisi Sisdiknas

Anggota Komisi X DPR RI Karmila Sari saat mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR ke Balai Guru dan Tenaga Pendidikan (BGTK), Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (19/11/2025). Foto: Saum/vel.
Anggota Komisi X DPR RI Karmila Sari saat mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR ke Balai Guru dan Tenaga Pendidikan (BGTK), Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (19/11/2025). Foto: Saum/vel.


PARLEMENTARIA, Banjarbaru
 – Anggota Komisi X DPR RI Karmila Sari menegaskan pentingnya membuka ruang fleksibilitas pendanaan dan pengelolaan sekolah dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Menurutnya, kompleksitas persoalan pendidikan, mulai dari pemerataan infrastruktur, penempatan guru, hingga ketidakselarasan kewenangan antarinstansi, menuntut regulasi yang lebih adaptif agar kebijakan tidak lagi menjadi beban tambahan bagi sekolah dan tenaga pendidik.

“Kami ingin menampung aspirasi, makanya tadi kita banyak sekali mendengar dari semua stakeholder. Sebab, revisi Sisdiknas ini cukup kompleks. Begitu membuat kebijakan, dampaknya akan dirasakan guru, dosen, bahkan keseluruhan sistem pendidikan kita,” tutur Karmila kepada Parlementaria usai dalam agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR ke Balai Guru dan Tenaga Pendidikan (BGTK), Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (19/11/2025).

Menurutnya, pembahasan panjang mengenai RUU Sisdiknas bukan semata-mata soal penambahan masa wajib belajar menjadi 13 tahun, tetapi menyangkut banyak persoalan mendasar. Ia menyoroti bahwa capaian wajib belajar 12 tahun pun belum merata, karena banyak provinsi hanya mampu mencapai rata-rata sembilan tahun. 

“Ini biasanya terkendala di anggaran,” ujarnya.

Dalam kunjungan Komisi X DPR ke Provinsi Kalimantan Selatan, memperlihatkan rangkaian keluhan dari stakeholder pendidikan yang hampir sama. Banyak guru dan tenaga pendidik mengeluhkan fasilitas pendidikan yang belum merata, terutama terkait infrastruktur, teknologi, dan dana operasional sekolah. 

Dari perspektif Karmila, akar masalah tersebut berkaitan erat dengan kekakuan skema pendanaan yang berlaku saat ini. “Inilah makanya diperlukan fleksibilitas (regulasi pendanaan pendidikan),” terangnya. 

Ia menilai setiap wilayah, mulai dari kota, daerah 3T, hingga daerah dengan karakteristik khusus, memiliki kebutuhan berbeda. Sebab itu, ujarnya, kebijakan pendanaan tidak bisa dipukul rata.

“Misalnya, apakah sekolah lebih butuh teknologi? Atau butuh guru tambahan? BOS sekarang terlalu kaku. Ini harus dibuka fleksibilitasnya,” paparnya.

Oleh karena itu, ia menekankan RUU Sisdiknas kini mulai memberi ruang bagi sumber pendanaan tambahan, termasuk sumbangan yang dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh sekolah. “Dulu tidak boleh ada pungutan. Sekarang diperbolehkan asalkan jelas. Ini jawaban dari permasalahan yang selalu kembali ke penganggaran,” ucapnya.

Menutup pernyataannya, Karmila menegaskan Komisi X DPR akan membawa seluruh masukan tersebut dalam perumusan akhir RUU Sisdiknas. “Kami akan bersama-sama dengan kementerian untuk memastikan semua ini jadi solusi yang jelas, bukan keluhan tahunan,” pungkas Politisi Fraksi Golkar itu. •um/rdn