E-Media DPR RI

Akomodasi Kompleksitas Penyelenggaraan Pendidikan, Komisi X Dorong Revisi UU Sisdiknas Melalui Kodifikasi

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR ke Balai Guru dan Tenaga Pendidikan (BGTK), Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (19/11/2025). Foto: Saum/vel.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR ke Balai Guru dan Tenaga Pendidikan (BGTK), Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (19/11/2025). Foto: Saum/vel.


PARLEMENTARIA, Banjarbaru 
— Komisi X DPR RI mulai mempercepat upaya kodifikasi regulasi pendidikan sebagai langkah menyatukan berbagai aturan yang selama ini tersebar dalam sejumlah undang-undang. Sebab itu, kodifikasi menjadi pendekatan utama dalam revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang dinilai tidak lagi mampu mengakomodasi kompleksitas penyelenggaraan pendidikan saat ini.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati menyatakan bahwa lebih dari dua dekade pemberlakuan UU Sisdiknas telah menunjukkan berbagai persoalan yang menyebabkan arah kebijakan pendidikan menjadi tidak seragam antara pusat dan daerah. Melihat kondisi ini, tidak dapat diatasi hanya dengan revisi parsial. 

Oleh sebab itu, dirinya menjelaskan kodifikasi dipilih untuk memastikan kepastian hukum serta memudahkan masyarakat dan pelaksana pendidikan memahami seluruh ketentuan terkait pendidikan. Demikian hal ini ia sampaikan saat membuka agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR ke Balai Guru dan Tenaga Pendidikan (BGTK), Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (19/11/2025).

“Selama ini, aturan pendidikan tersebar dalam banyak undang-undang yang berjalan sendiri-sendiri. Ini menciptakan disharmonisasi dan kebingungan di lapangan. Dengan kodifikasi, semua aturan kami satukan dalam satu payung hukum agar lebih jelas, terstruktur, dan mudah diakses,” tutur Kurniasih.

Ia menegaskan bahwa kerangka hukum pendidikan saat ini perlu ditata ulang secara menyeluruh agar mampu menjawab tantangan zaman, termasuk perkembangan teknologi dan kebutuhan kompetensi baru. Ia mengakui proses penyusunan kodifikasi bukan langkah sederhana. 

Selanjutnya, setiap aturan harus ditinjau ulang, diselaraskan, dan dirumuskan kembali agar tidak saling tumpang tindih. Komisi X DPR juga telah menyusun draf RUU Bidang Pendidikan yang terdiri dari 15 bab dan 215 pasal. 

“Ini pekerjaan besar. Karena itu kami melakukan revisi secara cermat dan hati-hati,” ucapnya. 

Diketahui, regulasi baru tersebut mencakup aspek pendanaan, peningkatan kompetensi pendidik, penataan jalur dan jenjang pendidikan, rekognisi pembelajaran, serta penguatan perlindungan peserta didik dari kekerasan dan diskriminasi. Sebab itu, ia menekankan revisi UU Sisdiknas ini akan diarahkan untuk memperkuat pemerataan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. 

“Pemerataan akses dan kualitas masih menjadi tantangan utama. Karena itu pendanaan, kualitas guru, dan infrastruktur harus dipastikan lebih merata,” katanya. 

Lebih lanjut, ia menilai bahwa aturan yang terpadu akan memungkinkan pemerintah mengatasi ketimpangan pendidikan dengan strategi yang lebih konsisten. Untuk memastikan proses legislasi berjalan transparan dan melibatkan publik, Komisi X melakukan komunikasi publik dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk guru dan tenaga kependidikan di daerah. 

“Kami ingin memastikan masukan dari lapangan benar-benar masuk dalam penyempurnaan regulasi ini. Pendidikan adalah kerja bersama, bukan hanya kerja legislator,” tutur Kurniasih.

Ia pun berharap kodifikasi hukum pendidikan menjadi tonggak reformasi besar dalam sistem pendidikan nasional. Dengan upaya satu payung hukum yang terintegrasi, jelasnya, Komisi X DPR meyakini penyelenggaraan pendidikan nasional akan menjadi lebih konsisten, adaptif, dan siap menjawab tantangan masa depan.

“Kami ingin menghadirkan satu undang-undang pendidikan yang komprehensif, modern, dan mampu menjadi arah pembangunan pendidikan ke depan. Ini bukan semata penyederhanaan administrasi, tetapi penataan ulang sistem secara fundamental,” tandas Politisi Fraksi Partai PKS itu. •um/rdn