Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh saat mengikuti Rapat Panja Revisi RUU Ketenagakerjaan di Grdung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). Foto: Eno/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh menyampaikan sejumlah catatan penting dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan (RUU ketenagakerjaan). Ia menyoroti kembali perdebatan panjang terkait klasifikasi pekerja rumah tangga.
Nihayatul menilai, ragam karakteristik pekerjaan di Indonesia menuntut adanya rumusan definisi yang tepat dalam undang-undang, terutama ketika sebagian pihak memandang PRT sebagai contributing worker yang bekerja dalam hubungan kekerabatan.
“Jenis pekerjaan ini memiliki implikasi berbeda, sehingga perlakuan dan standar yang kita atur juga harus berbeda. Kalau semuanya diseragamkan berbasis upah minimum, apakah sudah tepat untuk kontribusi pekerjaan yang tidak seberat sektor informal?” ujar Nyaiyah dalam Rapat Panja Revisi RUU Ketenagakerjaan di Grdung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Selain itu, isu terkait non-diskriminasi cuti melahirkan pun disorot. Nihayatul menyebut perlunya regulasi yang adil baik bagi pekerja perempuan maupun laki-laki, sesuai prinsip bahwa pengasuhan anak merupakan tanggung jawab kedua orang tua.
Namun ia menilai beban biaya cuti selama enam bulan dapat memberatkan pelaku usaha, terutama usaha kecil dan menengah di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu. “Apakah mungkin pendanaannya ditopang melalui satu premi tambahan di BPJS Ketenagakerjaan? Agar tidak membebani perusahaan,” jelasnya.
Ia mencontohkan bagaimana BPJS Ketenagakerjaan membantu Seritek ketika perusahaan tersebut tidak mampu membayar pesangon saat PHK, melalui mekanisme pencairan Jaminan Kehilangan Pekerjaan. •ujm/aha