Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan saat mngikuti pertemuan rapat dengar pendapat bersama akademisi dan pakar di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/11/2025). Foto: Estu/vel.
PARLEMENTARIA, Makassar — Tim Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kehutanan Komisi IV DPR RI menggelar rapat dengar pendapat bersama akademisi dan pakar di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/11/2025). Dalam pertemuan tersebut, Komisi IV meminta berbagai masukan terkait penyempurnaan definisi hutan dalam RUU Kehutanan, khususnya yang berkaitan dengan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat dan unsur sosial dalam pengelolaan hutan.
Revisi ini merupakan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang selama ini dinilai belum mengakomodasi peran dan keberadaan masyarakat hukum adat dalam pengelolaan kawasan hutan.
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menilai bahwa pengertian hutan yang tercantum dalam undang-undang saat ini masih bersifat fisik semata, hanya memandang hutan sebagai hamparan wilayah tanpa mempertimbangkan keberadaan manusia di dalamnya.
Menurutnya, paradigma tersebut perlu diubah agar lebih sesuai dengan realitas sosial dan budaya masyarakat di sekitar kawasan hutan. “Definisi hutan dalam undang-undang yang berlaku saat ini belum mengakomodasi masyarakat hukum adat. Karena itu, revisi ini penting agar unsur manusia terutama masyarakat adat dimasukkan ke dalam pengertian hutan,” jelas Johan.
Johan menegaskan, dengan memasukkan unsur manusia ke dalam definisi hutan, maka masyarakat tidak lagi hanya dianggap sebagai penjaga atau bahkan perusak, melainkan pengelola sekaligus pewaris hutan. Pendekatan ini diharapkan mampu mendorong pola pengelolaan yang lebih berkelanjutan, sekaligus memperkuat hubungan spiritual dan sosial antara masyarakat dengan lingkungan alamnya.
“Kita berharap, dengan adanya revisi ini, manusia diposisikan sebagai bagian integral dari hutan. Artinya, pengelolaan hutan akan mencakup aspek ekologi, sosiologi, dan spiritualitas masyarakat adat,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Johan juga meminta pandangan para akademisi mengenai konsekuensi hukum dan sosial apabila definisi hutan diperluas dengan memasukkan unsur manusia ke dalamnya. Ia menilai perubahan definisi tersebut akan membawa dampak besar terhadap kebijakan tata kelola hutan, termasuk pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat yang selama ini belum terakomodasi secara jelas.
“Memasukkan manusia ke dalam pengertian hutan berarti memasukkan unsur sosial dan spiritual secara bersamaan. Ini akan memengaruhi banyak hal, mulai dari kebijakan pengelolaan hingga penegakan hukum di lapangan,” ungkap legislator Fraksi PKS tersebut.
Rapat Panja ini menjadi bagian dari upaya Komisi IV untuk memastikan revisi RUU Kehutanan tidak hanya menitikberatkan pada aspek ekologi, tetapi juga memberikan tempat bagi keadilan sosial, budaya, dan keberlanjutan lingkungan hidup. •est/aha