E-Media DPR RI

Samuel Wattimena Dorong Edukasi Nasional Soal Pemilahan Sampah untuk Dukung Green Industry

Anggota Komisi VII DPR RI Samuel Wattimena dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Dirjen IKFT Kementerian Perindustrian dan Asosiasi-Asosiasi di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2025). Foto : Arifman/Andri.
Anggota Komisi VII DPR RI Samuel Wattimena dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Dirjen IKFT Kementerian Perindustrian dan Asosiasi-Asosiasi di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2025). Foto : Arifman/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Anggota Komisi VII DPR RI Samuel Wattimena menegaskan pentingnya peningkatan kesadaran dan edukasi masyarakat dalam pemilahan sampah sebagai langkah nyata menuju penerapan green industry atau industri ramah lingkungan di Indonesia. Ia juga mengapresiasi kinerja sektor industri daur ulang yang dinilainya telah memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi nasional.

“Kalau kita bicara mengenai green industry, apa yang dilakukan ADUPI ini bisa menjadi awal bagi seluruh industri di Indonesia untuk bertransformasi menuju industri yang lebih ramah lingkungan,” ujar Samuel dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Dirjen IKFT Kementerian Perindustrian dan Asosiasi-Asosiasi di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Menurutnya, sektor tersebut tidak hanya berkontribusi pada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan pajak, tetapi juga membantu pengurangan emisi karbon serta volume sampah nasional. “Namun, kita masih menghadapi masalah kualitas impuritas bahan baku lokal yang rendah, sekitar 30-70 persen, sementara bahan impor hanya sekitar 2 persen,” jelasnya.

Samuel menilai, rendahnya kualitas bahan baku daur ulang di dalam negeri erat kaitannya dengan lemahnya kesadaran masyarakat dalam melakukan pemilahan sampah. “Kita punya banyak tempat sampah terpisah di ruang publik, tapi praktiknya masyarakat tetap mencampur sampah di satu wadah. Sosialisasi dan edukasi di tingkat RT, RW, hingga PKK masih lemah,” ungkapnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, ia mendorong kolaborasi antara ADUPI, pemerintah daerah, dan kementerian terkait, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), guna memperkuat edukasi publik mengenai pengelolaan sampah. “ADUPI sudah bekerja keras di 20 daerah dari 38 provinsi, tapi ini bukan tugas yang bisa mereka pikul sendiri. Diperlukan dukungan dan sinergi dari semua pihak,” tegasnya.

Samuel juga menyoroti pentingnya inovasi teknologi dalam pengumpulan sampah plastik. Ia mencontohkan beberapa daerah yang telah menerapkan mesin penukar botol plastik dengan insentif seperti tiket atau voucher. “Alat semacam ini memang tidak murah, tapi bisa menjadi langkah efektif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan memperbaiki kualitas bahan daur ulang,” ujarnya.

Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Tengah I, Samuel mengaku turut menghadapi persoalan serupa di wilayahnya, seperti di Semarang dan Kendal. Ia berharap isu daur ulang plastik dan pengelolaan sampah dapat menjadi bagian integral dari strategi besar pengembangan industri hijau nasional.

“Informasi tentang jenis plastik yang bisa atau tidak bisa didaur ulang saja masih banyak yang belum diketahui masyarakat. Padahal, pemahaman ini penting agar gerakan green industry benar-benar tumbuh dari kesadaran publik. Saya berharap langkah ADUPI ini bisa menjadi cikal bakal bagi seluruh industri di Indonesia menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan,” pungkasnya. •gal/aha