Anggota Komisi V DPR RI Sudjatmiko saat mengunjungi proyek pembangunan akses tol Patimban di Subang, Senin (10/11/2025). Foto : Srw/Andri.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Pembangunan Jalan Tol Akses Patimban kembali menjadi sorotan dalam kunjungan kerja spesifik Komisi V DPR RI ke Kabupaten Subang. Anggota Komisi V DPR RI Sudjatmiko menilai keterlambatan penyelesaian proyek strategis nasional tersebut menghambat optimalisasi Pelabuhan Patimban, yang digadang-gadang sebagai pelabuhan ekspor otomotif terbesar di Indonesia.
“Ya pertama akses Patimban, jadi akses (tol) Patimban ini penting banget untuk menunjang Pelabuhan Patimban. Tanpa ada akses yang baik dari jalan tol, pelabuhan ini nggak bisa berkembang. Padahal ini pelabuhan yang dibangun sangat besar oleh negara dari awal,” ujar Miko, sapaan akrabnya, saat mengunjungi proyek pembangunan akses tol Patimban, pada Senin (10/11/2025).
Pelabuhan Patimban, yang dibangun di atas investasi senilai Rp 18,9 triliun lebih, merupakan proyek strategis nasional (PSN) yang ditujukan untuk memperkuat sistem logistik nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap Pelabuhan Tanjung Priok. Dengan kedalaman laut mencapai 17 meter dan kapasitas hingga 7,5 juta TEUs, pelabuhan ini diharapkan mampu menjadi pusat ekspor kendaraan bermotor dan peti kemas utama di kawasan industri Jawa Barat bagian utara
Namun, progres pembangunan Jalan Tol Akses Patimban sepanjang 37,05 km masih menghadapi sejumlah kendala. Pembebasan lahan baru mencapai sekitar 93,82 persen, sementara progres fisik rata-rata mencapai 56,11 persen. Salah satu faktor penghambat utama adalah keterbatasan pasokan material timbunan (raw material) akibat pembatasan izin operasional quarry di wilayah Subang.
Politisi yang membidangi sektor perhubungan itu pun mengungkapkan bahwa persoalan material tersebut tengah menjadi perhatian serius. “Jadi memang tadi ada kendala untuk raw material. Jadi raw material dari batu alam, dari agregat itu memang sampai saat ini ada perizinan untuk dikuari itu tidak diperpanjang oleh Gubernur. Nah ini sedang dikoordinasikan dan dikomunikasikan. Jadi nanti sudah dibuat MoU tinggal PKS (perjanjian kerjasama) teknisnya seperti apa. Harusnya untuk proyek strategis nasional itu tidak boleh ada kendala sampai seperti itu,” ujarnya.
Menurut Sudjatmiko, sinkronisasi antara pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan pemerintah daerah harus segera diperkuat agar proyek tidak kembali tertunda. Ia juga menekankan perlunya Kementerian Pekerjaan Umum (PU) berkoordinasi langsung dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bila hambatan perizinan di tingkat provinsi tidak segera teratasi.
“Nanti mudah-mudahan ini bisa berjalan. Nah jika tidak selesai juga ya Kementerian PU harus berkoordinasi dengan Kemendagri. Jadi nanti Kemendagri yang akan memanggil Gubernur Jawa Barat seperti itu,” tambahnya. •srw/aha