E-Media DPR RI

Konflik Lahan Suku Anak Dalam di Jambi Perlu Solusi Lintas Kementerian

Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Harris Turino dalam RDPU BAM DPR RI dengan Masyarakat Suku Anak Dalam dan Petani Kabupaten Batang Hari dan Muaro Jambi, Rabu (12/11/2025). Foto : Faiz/Andri.
Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Harris Turino dalam RDPU BAM DPR RI dengan Masyarakat Suku Anak Dalam dan Petani Kabupaten Batang Hari dan Muaro Jambi, Rabu (12/11/2025). Foto : Faiz/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 — Konflik agraria di Provinsi Jambi kembali menjadi sorotan. Selama bertahun-tahun, Suku Anak Dalam dan petani di Kabupaten Batanghari serta Muaro Jambi harus berhadapan dengan perusahaan perkebunan dan kehutanan yang mengklaim lahan tempat mereka hidup turun-temurun. Menanggapi keluhan masyarakat, Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Harris Turino, menilai penyelesaian konflik tersebut memerlukan langkah lintas kementerian agar adil bagi semua pihak.

“Kasus seperti ini sulit diselesaikan karena kedua pihak sama-sama punya dasar hukum. Tapi negara tetap harus hadir mencari jalan tengah yang berpihak pada masyarakat,” ujar Harris dalam RDPU BAM DPR RI dengan Masyarakat Suku Anak Dalam dan Petani Kabupaten Batang Hari dan Muaro Jambi, Rabu (12/11/2025).

Harris menjelaskan, persoalan tumpang-tindih lahan sering muncul akibat lemahnya koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menentukan status kawasan hutan maupun izin usaha. Akibatnya, masyarakat adat dan petani kecil kerap kehilangan akses terhadap tanah yang sudah mereka kelola selama puluhan tahun.

“Banyak warga merasa memiliki hak garap sejak lama, tapi perusahaan juga pegang izin resmi. Inilah yang membuat situasi jadi rumit,” ujarnya.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu menilai BAM DPR perlu mendorong rapat lintas kementerian untuk mencari solusi permanen, termasuk membuka kembali data HGU dan melakukan pemetaan ulang wilayah konflik. Ia menegaskan, penyelesaian agraria tidak boleh berhenti pada mediasi administratif semata, melainkan harus menjamin keadilan sosial bagi masyarakat adat.

“Kalau tanah terus hilang, kita sedang mencabut akar kehidupan mereka. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal masa depan generasi muda di desa,” ucapnya.

Harris menambahkan, BAM DPR RI akan terus mengawal aspirasi masyarakat Jambi hingga ada tindak lanjut konkret dari pemerintah pusat. Ia berharap penyelesaian konflik agraria dapat menjadi momentum untuk memperkuat reforma agraria yang berpihak kepada rakyat kecil. •fa/aha