Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan dalam Rapat Pleno Baleg di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2025). Foto : Geraldi/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, menegaskan pentingnya penguatan dan harmonisasi terhadap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSDK) dalam konteks penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku pada tahun 2026. Menurutnya, LPSDK perlu ditempatkan dalam posisi strategis sesuai dengan semangat restorative justice yang kini menjadi arah baru dalam sistem hukum pidana nasional.
Bob Hasan menjelaskan bahwa LPSDK memiliki dominasi dalam rezim hukum pidana, namun dalam praktiknya juga bersinggungan dengan rezim hukum perdata. Hal ini kemudian menuntut pendekatan yang lebih komprehensif agar perlindungan terhadap saksi dan korban tidak hanya berfokus pada aspek pemidanaan, tetapi juga pada pemulihan keadaan.
“Pendekatan restorative justice adalah bagaimana pemulihan kepada keadaan yang lebih mengedepankan mediasi non-penal dibanding pemidanaan,” ujarnya dalam Rapat Pleno Baleg di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Lebih lanjut, Bob Hasan menilai keberadaan LPSDK perlu diperkuat sejak tahap penyelidikan hingga proses hukum berjalan. Dengan berlakunya KUHP baru, lembaga tersebut diharapkan menjadi garda depan dalam memastikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang melapor, baik sebagai saksi maupun korban.
Legislator dari Fraksi Partai Gerindra ini pun menyoroti pentingnya kejelasan verifikasi dalam menentukan status seseorang dalam kasus hukum. Pasalnya, masih sering temui seseorang yang awalnya saksi, ternyata punya keterlibatan sebagai pelaku.
“Maka korektivitas LPSDK ke depan harus mampu memverifikasi apakah seseorang betul saksi atau korban,” tegasnya.
Selain itu, Bob Hasan menekankan bahwa pembaruan KUHP yang disebutnya sebagai “KUHP Merdeka” membawa perubahan besar dalam sistem hukum Indonesia. Karena itu, setiap pasal yang disusun harus memperhatikan latar belakang, konsideran menimbang, hingga bagian pembukaan yang selaras dengan visi KUHP baru tersebut. Ia menilai perubahan ini bersifat revolusioner terhadap penegakan hukum nasional karena menekankan tanggung jawab, keadilan, dan pemulihan sosial.
“Sekalipun hanya ada tambahan kecil seperti kata ‘dan’ atau penyebutan KUHP baru, itu sudah membawa makna besar. KUHP yang baru ini merupakan hal yang revolusioner terhadap penegakan hukum, karena menempatkan manusia dan keadilan sosial sebagai titik pusatnya,” jelasnya.
Terakhir, Ia pun berharap seluruh proses harmonisasi dan penyusunan pasal dapat diselesaikan dengan matang. “Kita tinggal memantapkan, membulatkan, dan mengharmonisasi agar LPSDK benar-benar menjadi instrumen yang kuat dalam sistem hukum kita,” pungkasnya. •ujm/aha