Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Foto: Geraldi/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina menilai persoalan persaingan usaha di Indonesia sudah memasuki tahap serius dan membutuhkan penguatan sistem hukum serta koordinasi antar-lembaga. Ia menekankan, tantangan baru yang muncul akibat perkembangan ekonomi digital, konsolidasi industri BUMN, dan integrasi pasar pangan serta logistik, belum sepenuhnya diimbangi dengan sistem pengawasan dan penegakan hukum yang memadai.
“Kalau kita lihat di negara lain, perlindungan terhadap konsumen dan pelaku usaha kecil sangat kuat. Monopoli atau oligopoli sulit dilakukan karena regulasinya jelas. Nah, kita di Indonesia harus bergerak ke arah itu juga,” ujar Nevi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Nevi mengusulkan pembentukan Dewan Koordinasi Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen sebagai upaya memperkuat sinergi antar-lembaga. Menurutnya, saat ini terjadi tumpang tindih kewenangan antara KPPU, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN), serta Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) dalam penegakan hukum.
“Belum ada batas koordinasi yang jelas, sehingga sering kali terjadi tumpang tindih dalam penegakan hukum persaingan usaha dan perlindungan konsumen. Dewan ini akan memperjelas garis kerja antar-lembaga,” jelasnya.
Selain itu, Nevi menyoroti struktur pasar yang didominasi BUMN, terutama setelah pembentukan holding di berbagai sektor. Ia menilai, meskipun BUMN berperan strategis, dominasi mereka tidak boleh mengorbankan pelaku usaha kecil. “Monopoli oleh BUMN hanya boleh untuk sektor strategis nasional seperti pangan dan energi. Di luar itu, BUMN harus menjalin kemitraan yang berpihak kepada UMKM,” tegas politisi Fraksi PKS tersebut.
Dalam konteks ekonomi digital, Nevi menekankan pentingnya keterbukaan algoritma dan pengawasan data pengguna. Ia mengusulkan pembentukan Forum Pengawasan Ekonomi Digital Nasional yang melibatkan KPPU, OJK, Kominfo, dan Kementerian Perdagangan untuk memastikan pengawasan lintas sektor berjalan efektif. “Kita butuh forum pengawasan terpadu agar praktik usaha digital bisa diawasi secara menyeluruh dan transparan,” katanya.
Terkait penegakan hukum, Nevi juga mengusulkan peningkatan sanksi denda maksimum hingga 10 persen dari omzet pelaku usaha serta penerapan program keringanan hukum dan perlindungan bagi pelapor internal (whistleblower) untuk mendorong keterbukaan informasi. Ia menegaskan pentingnya memperkuat posisi KPPU sebagai lembaga independen agar bebas dari intervensi eksekutif.
Di bidang perlindungan konsumen, Nevi mendorong adanya sistem pengawasan harga dan distribusi pangan yang terintegrasi. Ia mengusulkan agar KPPU dan PKTN menjalin nota kesepahaman untuk memantau fluktuasi harga dan distribusi secara berkala. “Kita perlu sistem peringatan dini berbasis data untuk mendeteksi lonjakan harga pangan, agar kebijakan bisa diambil cepat,” ujarnya.
Lebih jauh, Nevi menekankan perlunya reformasi regulasi pasar dengan melibatkan KPPU dalam proses evaluasi kebijakan di sektor energi, logistik, dan transportasi. Ia juga mendorong penambahan bab khusus tentang kemitraan UMKM dalam RUU agar tercipta hubungan usaha yang adil antara perusahaan besar dan kecil.
“Bab kemitraan UMKM ini penting untuk memastikan kontrak yang adil dan memberikan KPPU kewenangan pengawasan khusus di bidang kemitraan usaha. Selain itu, kita juga perlu menetapkan Indeks Kinerja Persaingan Nasional sebagai indikator keberhasilan kebijakan persaingan di Indonesia,” pungkas Nevi. •gal/rdn