E-Media DPR RI

Komisi VIII Pastikan Kesiapan Seluruh Aspek Pelayanan Haji 2026, dari Anggaran hingga Maskapai

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Haji dan Umrah RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Foto : Arief/Andri.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Haji dan Umrah RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Foto : Arief/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Komisi VIII DPR RI menegaskan komitmennya untuk memastikan pelaksanaan ibadah haji tahun 1447 H/2026 M berjalan lebih baik, efisien, dan berkeadilan bagi seluruh calon jemaah Indonesia. Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Haji dan Umrah RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

Dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid tersebut, Wachid menekankan pentingnya kesiapan anggaran dan koordinasi lintas kementerian agar penyelenggaraan ibadah haji dapat dilaksanakan tepat waktu dan dengan kualitas layanan yang maksimal.

“Berdasarkan ketentuan Pasal 127A ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Komisi VIII DPR RI mendesak Kementerian Haji dan Umrah RI berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan RI agar Kementerian Agama RI segera melakukan pergeseran anggaran SBSN dan PNBP tahun 2026 sebesar Rp523,27 miliar,” tegas Abdul Wachid.

Selain isu anggaran, Komisi VIII DPR RI juga menyoroti berbagai aspek teknis dan substansial yang harus ditindaklanjuti oleh Kementerian Haji dan Umrah RI untuk memastikan pelayanan haji tahun 2026 tidak hanya efisien, tetapi juga manusiawi dan berorientasi pada kebutuhan jemaah.

Dalam rekomendasinya, Komisi VIII meminta agar seleksi petugas haji dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan proporsi seimbang antara petugas laki-laki dan perempuan. Fokus utama harus pada penguatan pelayanan kepada jemaah, bukan pada kepentingan administratif semata.

Selain itu, Komisi VIII DPR RI juga menekankan agar verifikasi faktual terhadap dua syarikah penyedia layanan haji dilakukan secara menyeluruh sebelum penandatanganan kontrak tahun jamak (multiyears), untuk menghindari potensi pengurangan hak-hak jemaah.

Wachid juga menegaskan bahwa penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 2026 tidak boleh berdampak pada penurunan kualitas layanan.

Komisi VIII DPR RI turut menyoroti pentingnya standarisasi biaya tes kesehatan (istiṭhā‘ah) agar tidak memberatkan calon jemaah, serta memastikan Kartu Nusuk dibagikan di embarkasi keberangkatan untuk kelancaran pelaksanaan ibadah di Tanah Suci.

Aspek pelayanan penerbangan dan konsumsi juga menjadi perhatian utama. DPR meminta agar layanan maskapai ditingkatkan dan mulai tahun 2027, konsumsi jemaah diserahkan kepada pihak hotel dengan sistem full board, sehingga kebutuhan gizi dan waktu jemaah lebih terjamin.

Selain itu, Komisi VIII mendorong adanya rekrutmen petugas haji dari tenaga musiman dan mahasiswa Indonesia di Timur Tengah untuk membantu pelayanan di lapangan. DPR juga meminta pemerintah melakukan sosialisasi masif mengenai pelaksanaan murur dan tanazul saat manasik haji, agar jemaah memahami tata cara ibadah dengan benar.

Tak hanya itu, Wachid meminta Kemenhaj dan Kemenag RI memberikan penjelasan logis kepada calon jemaah yang tidak bisa berangkat tahun 2026 akibat penyesuaian kuota berdasarkan daftar tunggu antarprovinsi.

Komisi VIII juga menyoroti urgensi perlindungan bagi jemaah umrah mandiri. DPR mendesak agar segera diterbitkan Peraturan Menteri yang mengatur tata kelola umrah mandiri untuk menjamin keamanan dan keselamatan jemaah.

Sebagai bagian dari inovasi pelayanan, DPR mendorong penggunaan Bandara Thaif dan Yanbu untuk mempercepat mobilitas dan mengurangi masa tinggal jemaah di Arab Saudi. Sementara itu, persiapan jemaah lunas cadangan juga diharapkan dimaksimalkan agar kuota haji nasional dapat digunakan secara optimal.

Menutup rapat, Abdul Wachid menegaskan kembali bahwa Komisi VIII DPR RI akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap seluruh proses persiapan penyelenggaraan ibadah haji.

“Ibadah haji adalah amanah besar umat. Negara wajib memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan dan setiap kebijakan yang dibuat benar-benar berpihak kepada jemaah,” pungkasnya.

Rapat tersebut menjadi bentuk konkret sinergi antara DPR dan Pemerintah dalam menghadirkan penyelenggaraan ibadah haji yang berkualitas, transparan, serta berorientasi pada pelayanan dan kenyamanan jemaah Indonesia. •ssb/rdn