Pimpinan serta Anggota Komisi VIII DPR RI berfoto bersama usai RDPU Komisi VIII DPR RI bersama Forum Passing Grade Kemenag Swasta Status P 2023 di Ruang Rapat Komisi VIII, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Foto: Arief/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid menyoroti ketimpangan besar antara pendidikan agama dan pendidikan nasional yang dinilai berimbas pada kesejahteraan serta pengakuan terhadap para guru madrasah swasta. Menurutnya, kesenjangan ini menjadi akar persoalan yang menyebabkan ribuan guru madrasah lulusan passing grade PPPK 2023 belum mendapat kejelasan status kepegawaiannya.
Hal itu disampaikan Abdul Wachid dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI bersama Forum Passing Grade Kemenag Swasta Status P 2023 di Ruang Rapat Komisi VIII, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Dalam forum tersebut, DPR menerima aspirasi langsung dari para guru madrasah yang menuntut keadilan dan kesetaraan dalam proses pengangkatan PPPK.
Menurut Abdul Wachid, ketimpangan anggaran antara pendidikan nasional dan pendidikan agama masih menjadi masalah klasik yang belum terselesaikan hingga kini. Ia mencontohkan, anggaran pendidikan umum yang mencapai Rp680 triliun jauh melampaui anggaran pendidikan agama yang hanya sekitar Rp38 triliun.
“Bayangkan, pendidikan umum mendapat Rp680 triliun, sementara pendidikan agama hanya Rp38 triliun. Ini seperti membandingkan sumur bor dan sumur artesis—dalam dan jauh sekali. Kesenjangan ini membuat guru madrasah sulit mengejar kesejahteraan yang setara,” ujar politisi Fraksi Partai Gerindra itu.
Abdul Wachid menilai, ketimpangan tersebut tidak hanya berdampak pada kesejahteraan, tetapi juga pada penghargaan terhadap kontribusi guru madrasah yang telah berjasa membentuk karakter generasi bangsa. Karena itu, ia menyerukan agar pemerintah memperlakukan tenaga pendidik agama secara adil dan setara dengan guru di bawah Kementerian Pendidikan.
“Guru madrasah juga berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka punya hak yang sama untuk diakui dan diberi kesempatan menjadi PPPK. Jangan lagi ada diskriminasi,” tegasnya.
Abdul Wachid menutup dengan penegasan bahwa DPR RI, khususnya Komisi VIII, akan terus memperjuangkan agar pendidikan agama tidak lagi diperlakukan sebagai sektor kelas dua. Ia menegaskan, kesetaraan bukan hanya soal gaji dan status kepegawaian, tetapi juga pengakuan terhadap peran strategis guru madrasah dalam mencetak generasi berakhlak dan berilmu.
“Keadilan dan kesetaraan itu bukan sekadar wacana. Komisi VIII akan memastikan guru madrasah mendapat tempat yang layak, baik dari sisi kesejahteraan maupun penghargaan. Tidak boleh ada lagi jurang antara pendidikan umum dan pendidikan agama,” pungkasnya. •fa/aha