Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto. Foto: Farhan/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Darmadi Durianto menyoroti ancaman kebangkrutan finansial yang mengintai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Menurutnya, jika dibiarkan tanpa penanganan nyata, beban utang yang ditanggung PT KAI akan semakin membahayakan stabilitas keuangan BUMN tersebut.
“Jika tidak segera ditangani, ini akan menenggelamkan unit anak perusahaan lain yang seharusnya menghasilkan laba, akibat bunga utang yang tinggi,” kata Darmadi melalui rilis media yang dikutip oleh Parlementaria, Rabu (5/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa hanya dalam enam bulan, PT KAI harus menanggung beban biaya sebesar Rp1,2 triliun, dengan utang KCIC, yang awalnya Rp950 miliar melonjak menjadi lebih dari Rp4 triliun pada tahun 2024, dan diperkirakan bertambah menjadi Rp 6 triliun pada 2026. Sebab itu, dirinya mendesak peta jalan yang jelas untuk restrukturisasi utang proyek ambisius tersebut.
Sementara itu, Direktur Utama PT KAI, Bobby Rasyidin, dalam rapat dengan Komisi VI DPR pada Agustus 2025 lalu, mengakui ancaman laten dari proyek Whoosh terhadap neraca perusahaan. Ia berjanji akan berkoordinasi dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk mencari solusi.
“Kami sedang mendalami isu KCIC, dan ini benar-benar seperti bom waktu,” ucap Bobby.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto menegaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak terbebani oleh kontroversi utang ini. “Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak melibatkan utang pemerintah sama sekali,” ungkap Suminto.
Namun, laporan keuangan terbaru menunjukkan bahwa PT KAI melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), sebagai pemegang saham Indonesia di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), mencatat kerugian hingga Rp 4,19 triliun pada 2024 dan Rp 1,62 triliun pada semester pertama 2025.
Chief Operating Officer BPI Danantara, Dony Oskaria, menyebutkan bahwa beberapa opsi sedang dipertimbangkan untuk menyelamatkan proyek ini. “Kami sedang mempertimbangkan beberapa pilihan, tetapi tujuannya adalah memastikan KCIC beroperasi lancar untuk kepentingan masyarakat, sambil meningkatkan kualitas layanan kereta api Indonesia secara keseluruhan,” ujar Dony.
Ia mengungkapkan, opsi seperti penambahan modal ekuitas, penyerahan infrastruktur ke pemerintah, atau klasifikasi aset KCIC sebagai milik negara tengah dikaji. Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban PT KAI dan menjaga keberlangsungan Whoosh tanpa mengorbankan stabilitas keuangan BUMN. •um/aha