E-Media DPR RI

Irma Suryani: Pemerintah Harus Beri Diskresi Pajak dan Stimulus untuk Cegah PHK

Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani. Foto: Eot/vel.
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani. Foto: Eot/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani menyoroti pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dilakukan oleh pabrik ban Michelin di Cikarang. Meski DPR RI melalui Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad telah mengimbau agar perusahaan menunda PHK di tengah situasi ekonomi global yang belum stabil, menurutnya Pemerintah juga perlu melakukan mediasi dan memberikan stimulus serta diskresi bagi perusahaan maupun pekerja.

“Sebagaimana kita tahu, pemerintah melalui Pak Dasco sudah menyampaikan agar jangan ada PHK dulu. Namun, faktanya PHK di Michelin sudah dilaksanakan. Pemerintah harus melakukan mediasi intensif agar para pekerja yang di-PHK bisa dipekerjakan kembali,” tegas Irma kepada Parlementaria usai mengikuti Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Menurutnya, kebijakan PHK tersebut terjadi akibat turunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada menurunnya permintaan dan produksi. Ia menilai kondisi tersebut menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara supply dan demand yang menjadi alasan perusahaan melakukan efisiensi.

“Perusahaan tentu juga butuh dukungan. Karena itu, pemerintah perlu memberikan stimulus dan diskresi, termasuk dalam hal perpajakan, agar perusahaan tetap bisa beroperasi tanpa harus mem-PHK karyawannya,” ujar Irma.

Lebih lanjut, legislator dari Fraksi NasDem itu mengungkapkan bahwa Komisi IX DPR saat ini tengah menginventarisasi data dan masukan untuk dimasukkan dalam draf revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan. Upaya tersebut bertujuan memperkuat perlindungan bagi pekerja agar PHK massal tidak dilakukan secara sewenang-wenang.

“Kami sedang menyusun aturan agar PHK, termasuk karena kepailitan, tidak bisa dilakukan semena-mena. Bahkan, bila ada perusahaan yang menyatakan pailit, DPR juga harus dilibatkan untuk memastikan apakah benar-benar pailit atau hanya pura-pura pailit,” jelasnya.

Irma menambahkan, DPR berkewajiban melindungi pekerja dari tindakan sewenang-wenang, namun perlindungan terhadap perusahaan juga penting agar keseimbangan hubungan industrial tetap terjaga. Ia pun mengimbau perusahaan untuk memperlakukan upah pekerja sebagai bagian dari biaya operasional, bukan beban.

“Kalau gaji terus dianggap beban, kesejahteraan tidak akan meningkat. Perusahaan harus menyadari bahwa tenaga kerja adalah aset, bukan sekadar pengeluaran,” tuturnya. •gal/aha